.::|Pembelajaran | Karya Ilmiah | Metodologi Penelitian | Artikel | Skripsi | Tesis | Metodologi Penelitian | Statistik | Latihan-latihan |::.

Sabtu, 21 April 2012

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

ABSTRAKSI

Hasil analisis menggunakan program SPSS menunjukkan kecerdasan emosional (X1) memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil uji signifikansi t variabel kecerdasan emosional 0,000 lebih kecil 0,05. Motivasi kerja (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil uji signifikansi t variabel motivasi kerja 0,000 lebih kecil 0,05. Lingkungan kerja (X3) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja. Hasil uji signifikansi t variabel lingkungan kerja 0,000 lebih kecil 0,05. Hasil uji simultan menunjukkan variabel kecerdasan emosional (X1), motivasi kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3) memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang. Hasil signifikansi F diperoleh nilai 0,000 lebih kecil dari 0,05.

Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Motivasi, Lingkungan Kerja, dan Kinerja.

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Struktur organisasi dan sistem manajemen pemerintahan telah mengalami perubahan, masalah yang ditemui adalah sentralisasi yang berlebihan, ketidakluwesan, komunikasi informasi yang tidak akurat serta tidak efisien. Melalui Pemerintah Daerah diharapkan pemerintah mampu memainkan peranan dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomis yang wajar, efisien dan efektif. Dalam mewujudkan hal tersebut, kita memerlukan aparatur yang profesional, memiliki kualitas dan integritas kepribadian yang mengacu pada moralitas yang luhur. Aparatur yang profesional berarti tingkat keahlian dan keterampilannya cukup memadai, yaitu memiliki etos kerja dan disiplin kerja yang tinggi, sehingga pada akhirnya bermuara pada peningkatan kinerja pegawai yang optimal dan mampu memenuhi harapan dan keinginan masyarakat, yaitu terciptanya pemerintahan yang baik, bersih, jujur dan berwibawa atau good govemance dan clean govemment.
Demikian juga di Kabupaten Pemalang, sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pembentukan Satuan Organisasi Tata Kerja (SOTK), Dinas Pendidikan ditangani oleh Dinas Pendidikan Daerah untuk TK/SD. Sedangkan SMP dan SMA/SMK ditangani oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pusat.
Sejak diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pemalang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pembentukan SOTK Daerah pada tanggal 18 Juli 2008, nomenklatur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendidikan Kabupaten Pemalang berubah menjadi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pemalang, yang selanjutnya disingkat Dinas Dikpora.
Permasalahan mengenai kinerja adalah permasalahan yang akan selalu dihadapi oleh pihak-pihak manajemen organisasi, karena itu manajemen perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pegawai. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai akan membuat manajemen organisasi dapat mengambil berbagai kebijakan yang diperlukan sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai agar sesuai dengan harapan organisasi.
Dalam kehidupan ini kita sering beranggapan bahwa yang sangat penting dan menentukan dalam berbagai hal adalah kecerdasan otak, sedangkan kemampuan lain menjadi kurang penting. Setelah belakangan ini muncul istilah kecerdasan emosional atau emotional intellegence yang diungkap oleh Daniel Goleman yang mengutip berbagai penelitian ternyata menemukan bahwa kecerdasan emosional mempunyai peran sangat penting untuk meraih kesuksesan. Emosional merupakan salah satu ciri yang dimiliki manusia, tanpa emosi seseorang akan menjadi seperti robot yang hanya mengandalkan logika saja, terutama dalam fungsinya sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, emosi sangat berperan penting. Dengan emosi hubungan manusia akan lebih bervariasi atau tidak monoton. Mengingat hal itu pengelolaan emosi menjadi sangat penting untuk menuju kercerdasan emosi.
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi mempunyai kemampuan untuk mengelola perasaannya antara lain dapat memotivasi dirinya sendiri dan orang lain, tegar menghadapi frustasi, sanggup mengatasi dorongan-dorongan primitif dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang aktif dan mampu berempati dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain.
Kemampuan menurut Goleman (1999), adalah kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kemampuan tersebut disebut dengan kecerdasan emosi/Emotional Quotient (EQ), dan melalui penelitiannya menyatakan bahwa kecerdasan emosi menyumbang 80% dari faktor penentu kesuksesan seseorang, 20% yang lain ditentukan oleh Intelligence Quotient (IQ).
Mengingat pentingnya tuntutan kinerja pegawai di instansi pemerintah, motivasi kerja juga menjadi perhatian bagi pengelola organisasi. Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko (1996), motivasi merupakan keadaan pribadi dalam seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Sedangkan menurut Asep dan Tanjung (2003), manfaat motivasi adalah menciptakan gairah kerja, sehingga kinerja meningkat.
Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, lingkungan kerja turut mempengaruhi kinerja. Lingkungan  kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pegawai yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan, udara, keamanan dan kebisingan. (Nitisemito, 1999).
Kartono (2000), menjelaskan bahwa lingkungan kerja didefinisikan sebagai kehidupan sosial psikologis dan phisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan tugas-tugasnya. Timple A Dale (1993), mengemukakan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan menjadi pendorong bagi pegawai untuk menghasilkan kinerja puncak.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang telah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dengan cara memberikan kesempatan pendidikan kepada pegawai untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi, baik dengan biaya sendiri atau biaya Pemerintah Daerah, disamping itu atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta melakukan kajian dan penilaian terhadap kinerja pegawai dalam kurun waktu tertentu.
Sudah banyak upaya dilakukan, namun atas dasar laporan-laporan pengawasan, dapat diambil kesan bahwa masih banyak terjadi berbagai penyelewengan dan pelanggaran yang dapat menimbulkan kerugian dan pemborosan. Upaya yang dilakukan antara lain memberikan dukungan peraturan perundang-undangan, penyederhanaan prosedur dan kemudahan-kemudahan lainnya serta pembinaan pegawai secara optimal.
Adanya fenomena terjadinya pelanggaran yang menyebabkan menurunnya kinerja pegawai merupakan gambaran masih rendahnya kinerja sebagian pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang tersebut, sudah barang tentu memerlukan kajian secara komprehensif terutama terhadap aspek-aspek yang erat kaitannya dengan latar belakang yang mempengaruhi kinerja pegawai.
Dengan melihat fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut kedalam suatu penelitian Tesis dengan judul : ”Pengaruh Kecerdasan Emosional,  Motivasi dan Lingkungan Kerja  Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pemalang”.
B.       Rumusan Masalah
Sesuai batasan masalah di atas, maka dalam rangka mempertajam permasalahan dan memperjelas sasaran pembahasannya perlu dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.    Adakah pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
2.    Adakah pengaruh Motivasi Kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
3.    Adakah pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
4.    Adakah pengaruh Kecerdasan Emosional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara simultan terhadap Kinerja Pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
C.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah :
1.    Untuk mengkaji adakah pengaruh variabel Kecerdasan Emosional terhadap kinerja pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
2.    Untuk mengkaji adakah pengaruh variabel motivasi kerja terhadap kinerja pegawa Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
3.    Untuk mengkaji adakah pengaruh variabel lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?
4.    Untuk mengkaji adakah pengaruh variabel Kecerdasan Emosional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara simultan terhadap kinerja pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang?

KAJIAN PUSTAKA
A.  Kinerja Pegawai
1.    Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain (BPKP, 2000).
Tim Studi Pengembangan Sistem Akutabilitas Kinerja Instansi pemerintah, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2000) mengemukakan pengertian Kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan startegis (strategic planing) suatu organisasi.
Kinerja menurut Rivai (2005), adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentutkan lebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari performance. Berasal dari kata “to perform” dengan beberapa entries yaitu (1). Melakukan, menjalankan, melaksanakan, (2). Memenuhi atau melaksanakan kewajiban atau niat atau nazar. (3). Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab dan (4). Melakukan sesuatu yang diaharapkan oleh seseorang atau mesin.
Dari beberapa definisi tersebut, maka secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi atau pegawai dalam periode tertentu, yaitu prestasi berkaitan efektivitas operasional organisasi, baik dari segi efesiensi keuangan maupun manajemen.
2.    Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sangat erat kaitannya dengan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi maupun sistem manajemen sumberdaya lainnya, seperti sistem kompensasi, sistem promosi, sistem mutasi, maupun sistem pendidikan dan pelatihan.
G.Dessler (1997) mengemukakan :
“Secara umum penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan pengaturan kinerja pegawai dalam perusahaan. Penilaian tersebut meliputi : pembuatan standar kerja, penilaian kinerja pegawai, dan pemberian umpan balik pegawai dengan tujuan memotivasi, mengurangi deficiencies, dan mempertahankan kinerja yang telah dimiliki pegawai tersebut. Penilaian kinerja juga merupakan  bagian dari strategi perusahaan atau instansi dan pelaksanaannya dipengaruhi oleh aktivitas lain yang terdapat pada perusahaan atau instansi yang bersangkutan.”

Dengan demikian penilaian kinerja dapat diartikan  sebagai alat untuk mengetahui apakah pegawai telah memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan, yang bermanfaat bukan hanya untuk menilai kinerja, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi pegawai agar bekerja lebih baik. 
Sedangkan menurut T. Hani Handoko (2001) : Penilaian kinerja adalah suatu proses bagaimana organisasi atau perusahaan mengevaluasi atau menilai prestasi pegawai, kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka.
Kegunaan-kegunaan penilaian kinerja pegawai dapat dirinci sebagai berikut :
1.    Perbaikan prestasi kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan pegawai, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
2.    Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi. 
3.    Perencanaan dan pengembangan
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang karier tertentu yang harus diteliti.
4.    Kesempatan kerja yang adil
Penilaian kinerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penetapan internal diambil tanpa diskriminasi
Dari uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa perlu memandang kinerja pegawai sebagai persoalan yang penting, sehingga dalam menilai kinerja pegawai, organisasi menuntut dan melakukan perbaikan kerja secara keseluruhan. Selain itu kinerja pegawai dapat ditingkatkan apabila organisasi dapat memenuhi faktor-faktor yang lain seperti : kecerdasan emosional, motivasi dan lingkungan kerja.
Penilaian kinerja merupakan alat yang baik untuk menentukan apakah pegawai telah memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai denga standar  kinerja. Penilaian kinerja juga merupakan alat yang baik untuk menganalisis kinerja pegawai dan membuat rekomendasai perbaikan.
Mitchel (Sedarmayanti 2001), menyatakan bahwa kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain : (1). Quality of work (kualitas hasil pekerjaan). (2). Promptness (kelancaran dan ketepatan waktu). (3). Initiative (prakarsa dan inisiatif). (4). Capability (kecakapan atau kemampuan). (5). Communication (komunikasi yang baik dan efektif)
Tujuan dari penilaian kinerja adalah : seperti yang dikemukakan Mursi (1998),  bahwa di dalam Islam pekerja mempunyai kewajiban   yaitu :
1.    Amanah dalam bekerja
     Pekerjaan harus dilakukan sebaik mungkin sehingga memperoleh hasil terbaik, sebagaimana firman Allah, dan sesunguhnya akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan (QS; An-nahl ; 93).
2.    Menekuni pekerjaan
     Pekerja dituntut :
a.    Menekuni dinamika dunia kerja sehingga mencapai profesionalisme dan kreativitas dalam bekerja. Benar apa yang difirmankan Allah : Katakanlah (Muhammad) ; bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaan (amalmu) dan juga Rasul serta orang-orang mukmin. (QS ; Attaubah ;105).
b.    Memahami strategi mutahir dalam bekerja seperti yang tercantum dalam hadis : Sedikit kerja dengan ilmu berarti banyak dan banyak kerja dengan kebodohan berarti  sedikit. (HR. As-suyuthi).
Menurut Braid yang diedit oleh Timple (1993), bahwa standar objektif yang digunakan untuk pedoman penilaian kinerja yang tepat adalah : penilian produktivitas, pengurangan kesalahan, pengurangan kemangkiran dan keterlambatan, kursus-kursus pelatihan yang diselesaikan, pengurangan bahan buangan, pengurangan jumlah keluhan pelanggan, peningkatan tingkat keterampilan, kesediaan untuk menerima tugas-tugas yang tidak menyenangkan.
Menurut Rivai (2005), pedoman penilaian kinerja pegawai meliputi :
1.    Kerajinan, kehadiran seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya (usaha pegawai mematuhi jadwal kerja dan kehadiran pada hari kerja).
2.    Kuantitas dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan, jumlah pekerjaan yang mampu diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
3.    Ketelitian atau keakuratan, kebenaran dalam bekerja sehingga hasil kerja akurat secara meyakinkan sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggungjawab/tugasnya.
4.    Loyalitas, kesediaan pegawai untuk lebih mengutamakan penyelesaian tugas yang diberikan untuk kepentingan organisasi.
5.    Inisiatif, mampu dan mau meningkatkan serta memutakhirkan hasil kerja untuk kepentingan organisasi.
6.    Kerjasama dan kemampuan menjalin hubungan kerja baik pada unit kerjanya atau dengan unit kerja lainnya.
B. Filippo (1993), mengungkapkan kriteria penilaian kinerja pegawai yang meliputi :
1.    Kualitas kerja meliputi : ketepatan, ketrampilan, ketelitian dan kerapian.
2.    Kuantitas kerja : kecepatan menyelesaiakn tugas reguler ekstra dan mendadak.
3.    Ketangguhan yang baik, inisiatif, ketepatan waktu dan kehadiran.
4.    Sikap yang meliputi kerjasama dengan teman.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, penulis akan mengambil dari pendapat Rivai (2005), pedoman penilaian kinerja karyawan adalah kerajinan, kecepatan, keakuratan, loyalitas, inisiaitif, dan kerjasama.
B.   Kecerdasan Emosional
Orang mulai sadar pada saat ini bahwa tidak hanya keunggulan intelektual saja diperlukan untuk mencapai keberhasilan, tetapi diperlukan sejenis ketrampilan untuk menjadi terdepan.
Menurut Boyatzis (2001), untuk menemukan orang yang tepat dalam organisasi bukan hal yang mudah, karena yang dibutuhkan perusahaan bukan hanya orang yang pintar dan berpendidikan tinggi saja, orang yang lebih baik ataupun yang berbakat saja, ada faktor-faktor psikologis yang mendasari hubungan antara seseorang didalam organisasi. Faktor psikologis yang berpengaruh kepada kemampuan seseorang didalam organisasi diantaranya adalah kemampuan mengelola diri sendiri, inisiatif, optimisme, kemampuan mengkoordinasi emosi dalam diri, serta melakukan yang tanpa terbawa emosi.
Menurut Agustian (2001), kemampuan terdiri dari tiga yaitu kemampuan otak (Intelegensi Quotient/IQ), dan kemampuan emosi (emotional Quotient/EQ) dan kemampuan spiritual (Spiritual Quotient/SQ), IQ merupakan kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio contoh 2 x 2 = 4. EQ merupakan kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi contoh : komitmen, loyalitas dan kepekaan.
Kecerdasan intelektual menurut Goleman (1999), tidak berubah selama kita hidup. Akan tetapi kecerdasan emosi dapat meningkat dan terus ditingkatkan sepanjang hidup. Kecerdasan intelektual atau IQ, hanyalah suatu ”kemampuan dasar”. Kemampuan ini umumumnya terbatas pada keterampilan standar dalam melakukan suatu pekerjaan.
Menurut Cooper dan Sawaf (2000), kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh manusiawi. Kecerdasan emosionalah yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi kita dalam mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai yang paling dalam untuk mengubah dari apa yang dipikirkan menjadi apa yang dijalani.
Menurut Daniel Goleman (2000), kecerdasan emosional atau emotional Quotient merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Dan kecakapan emosi adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan emosional yang dapat menghasilkan kinerja menonjol dalam pekerjaan. Kerangka kerja kecerdasan emosional adalah kesadaran diri, pengaturan, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Masih menurut Daniel Goleman (2000), bahwa kepandaian dalam menjalankan pekerjaan adalah kecakapan emosi yang didasarkan pada empati. Pegawai yang mempunyai kecerdasan emosional akan lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak termotivasi karena kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin.
Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih penting dari pada nalar. Emosi memperkaya model pemikiran. Nilai-nilai yang lebih tinggi dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta, seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin, kita sudah terlalu lama menekankan pentingnya IQ dalam kehidaupan manusia padahal kecerdasan emosional menyumbang lebih banyak sifat-sifat yang membuat kita lebih manusiawi dan lebih bijaksana. Banyak bukti memperlihatkan bahwa seseorang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas.
Menurut Goleman (2001), kecerdasan emosi diukur dari :
1.    Self awareness, yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan dalam diri. Mampu mengenali emosi dan penyebab dari pemicu emosi tersebut. Jadi dia mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan mendapatkan informasi untuk melakukan suatu tindakan.
2.    Self regulation/management (penguasaan diri), yang merupakan kemampuan menangani emosi sendiri. Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih berhati-hati. Dia juga akan berusaha untuk tidak impulsif. Akan tetapi perlu diingat hal ini bukan berarti bahwa orang tersebut menyembunyikan emosinya melainkan memilih untuk tidak diatur oleh emosinya.
3.    Self Motivation (motivasi diri), ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya “Apa yang salah dengan saya atau kita?”. Sebaliknya ia bertanya “ Apa yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperbaiki masalah ini?”.
4.    Empaty (empati), Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut.
5.    Effective Relationship (hubungan yang efektif), dengan adanya empat kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi mempunyai tujuan kontsruktif dalam pikirannya.
C.     Motivasi Kerja
Kata motivasi sering digunakan dalam berbagai cara, karena erat kaitannya dengan proses psikologis di dalam diri seseorang yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri orang yang bersangkutan. Oleh karenanya banyak para ahli yang mencoba memberikan batasan pengertian motivasi sesuai dengan pendekatan teoritis yang digunakan.
Robbin (1996), mengemukakan motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikoordinasikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu.
Menurut Mursi (1998), motivasi adalah keadaan internal individu yang melahirkan kekuatan, kegairahan dan dinamika, serta mengarahkan tingkah laku pada tujuan. Dalam pengertian lain motivasi merupakan istilah yang dipergunakan untuk menunjuk sejumlah dorongan, keinginan, kebutuhan dan kekuatan.
Menurut pandangan Mc. Clellend (Robbin ; 1996), bahwa ada tiga karakteristik kebutuhan manusia yang dianggap memiliki motivasi untuk berprestasi yaitu :
1.    Kebutuhan berprestasi (need of achievement) yaitu dorongan untuk menggungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat dan sukses.
2.    Kebutuhan afiliasi (need of  affiliattion) yaitu hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan karib.
3.    Kebutuhan kekuasaan (need of power) kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku (tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian).
Atkinson dan Stoner (1992), mengaitkan perilaku dan prestasi dengan tiga dorongan dasar yang sangat berbeda diantara setiap orang :
1.    Kebutuhan pencapaian (need of achievement)
2.    Kebutuhan akan kekuasasn (need of power)
3.   Kebutuhan akan afiliasi (need of affiliation)
Hasil penelitian Maslow dalam Mursi (1998), menemukan kebutuhan primer manusia adalah :
1.    Kebutuhan fisiologis
2.    Kebutuhan terhadap rasa aman dan keselamatan
3.    Kebutuhan terhadap afiliasi, cinta dan kegiatan sosial
4.    Kebutuhan terhadap pengakuan, penghargaan dan kedudukan
5.    Kebutuhan terhadap aktualiasasi diri
Berdasarkan konsep-konsep yang dijabarkan oleh Atkinson dan Stoner (1992), David Mc (Robin ; 1996), Maslow dan Mursi (1998), di atas maka penulis mengambil  indikator-indikator variabel motivasi seperti yang dikemukakan oleh David Mc (Robin ; 1996), sebagai berikut : (1). Kebutuhan berprestasi. (2). Kebutuhan afiliasi. (3). Kebutuhan kekuasaan.

D.   Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, yang bentuknya dapat berupa lingkungan materi seperti tempat dan sarana produksi, serta lingkungan psikologis seperti suasana hubungan sosial antar personal perusahaan.
Nitisemito (1999), mengemukakan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar tenaga kerja dan dapat mempengaruhi dirinya sendiri dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Menurut Kartono (2000), lingkungan kerja didefinisikan sebagai kehidupan sosial psikologis dan phisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap tenaga kerja dalam melakukan tugas-tugasnya.
Sedangkan menurut Basuki dan Indah Susilowati (2005), mengemukakan bahwa lingkungan kerja adalah sesuatu yang berada dilingkungan kantor atau instansi yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung seseorang maupun sekelompok pegawai didalam melakukan aktivitasnya (Sedarmayanti, 1996)
Edy Jatmiko dan M Tholib (2006) mengemukakan bahwa lingkungan kerja dapat menciptakan hubungan kerja yang mengikat antara orang-orang yang ada dalam lingkungannya. Meskipun pegawai diberikan rangsangan yang layak, semangat kerja bisa menjadi jelek apabila lingkungan kerjanya diabaikan. Oleh karena itu hendaknya diupayakan agar lingkungan kerja harus baik dan kondusif karena lingkungan kerja yang baik dan kondusif akan membuat pegawai merasa betah diruangan, merasa senang, bersemangat melaksanakan kegiatan atau tugasnya. Namun sebaliknaya jika lingkunagn  kerjanya tiadak baik maka pegawai merasa tidak betah berada diruangan kerjanya dan akan menimbulkan perasaan malas serta tidak bersemangat untuk melakukan tugas-tugas diruangannya. Menyadari akan peranan dan kedudukan manusia sangat penting didalam menentukan keberhasilan sebuah organisasi, maka tingkat semangat kerja pegawai yang tinggi sangat diperlukan oleh setiap organisasi dalam mencapai tujuannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah tempat, kondisi, dan keadaan disekeliling  dimana seseorang melakukan pekerjan sehari-hari. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang selalu diperhatikan agar tercipta suasana kepuasan kerja yang menyenangkan yang pada akhirnya akan mendapatkan kinerja yang baik dilingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang.

E.   Judul Penelitian Terdahulu yang Relevan
Hasil penelitian terdahulu tentang Kecerdasan Emosional, Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai telah banyak dilakukan diantaranya :
a.         Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan di Hotel Horizon Semarang” Oleh Trihandini (2005), menggunakan uji validitas dan realiabilitas serta analisis yang digunakan adalah regressi linier berganda dengan hasil uji Hipotesis adalah sebagai berikut :
1.      Ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi terhadap Kinerja Karyawan di Hotel Horizon Semarang.
2.      Ada pengaruh yang siginifikan antara Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan di Hotel Horizon Semarang.
3.      Ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi dan Kecerdasan Spiritual secara simultan terhadap Kinerja Karyawan di Hotel Horizon Semarang.
b.        Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan Emosional dan budaya organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT Pos Indonesia se-kota Semarang” Oleh Edwardin (2006), menggunakan uji validitas dan realiabilitas serta analisis yang digunakan adalah regressi linier berganda dengan hasil uji Hipotesis adalah sebagai berikut :
1.         Ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi komuniasi terhadap Kinerja Karyawan di PT Pos Indonesia se-kota Semarang.
2.         Ada pengaruh yang siginifikan antara kecerdasan emosional terhadap Kinerja Karyawan PT Pos Indonesia se-kota Semarang.
3.         Ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT Pos Indonesia se-kota Semarang.
4.         Ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi komuniasi, kecerdasan emosional, budaya organisasi secara simultan terhadap Kinerja Karyawan PT Pos Indonesia se-kota Semarang.
c.         Penelitian dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Komitmen berorganisasi terhadap Respon Guru Mengenai Perubahan Kurikulum di SMK Kabupaten Brebes” Oleh Inu Indarto (2007), menggunakan uji validitas dan realiabilitas serta analisis yang digunakan adalah regressi linier berganda dengan hasil uji Hipotesis adalah sebagai berikut :
1.      Ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi terhadap respon guru mengenai perubahan kurikulum di SMK kabupaten Brebes.
2.      Ada pengaruh yang siginifikan antara komitmen berorganisasi terhadap respon guru mengenai perubahan kurikulum di SMK kabupaten Brebes.
3.      Ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi dan komitmen berorganisasi secara simultan terhadap respon guru mengenai perubahan kurikulum di SMK Kabupaten Brebes.
Berdasarkan ketiga hasil penelitian tedahulu yang temanya relevan, dapat diketahui bahwa permasalahan kinerja pegawai masih cukup relevan untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut terutama di kalangan instansi pemerintah. Urgensi tersebut sejalan dengan Program Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang sasarannya ditujukan bagi peningkatan kualitas kerja pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap efektivitas tujuan institusional maupun program pemerintah dalam memberikan pelayanan publik.

F.   Kerangka Berfikir/Konseptual
Konsep alur pikir dari masing – masing variabel penelitian di atas, menjelaskan adanya keterkaitan antara variabel Kecerdasan Emosional (X1), Variabel Motivasi Kerja (X2), dan variabel Lingkunga Kerja (X3) yang cenderung berpengaruh terhadap variabel Kinerja Pegawai (Y). Guna menjelaskan keterkaitan variabel tersebut, berdasarkan pada kajian pustaka dan penelitian sebelumnya maka kerangka berfikir/konseptualnya selanjutnya dapat digambarkan skema kerangka berfikir sebagai berikut :


 

      Gambar 1
Skema Kerangka Berfikir/Konseptual mengenai Faktor-faktor yang Menentukan Kinerja Pegawai

G.  Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian menurut Sugiono (2002 : 70) berfungsi memberikan arah dalam kegiatan penelitian secara teoritis, yang bentuknya berupa jawaban sementara terhadap masalah penelitian, sehingga masih memerlukan pembuktian melalui uji empiris dengan dukungan fakta – fakta yang diperoleh dari obyek penelitian.
Dari model kerangka pikir yang telah digambarkan, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai jawaban sementara atas permasalahan penelitian tersebut adalah :
H1 :    Kecerdasan Emosional mempunyai pengaruh positif dan    signifikan terhadap Kinerja Pegawai
H2 :    Motivasi Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai
H3 :    Lingkungan Kerja mempunyai pengaruh positif dan   signifikan terhadap Kinerja Pegawai
 H4 :   Kecerdasan Emosional, Motivasi Kerja, Lingkungan kerja,  mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai.

METODE PENELITIAN
A.   Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
1.   Populasi
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keseluruhan subyek yang dijadikan sasaran penelitian (Arikunto, 1997 : 115), yang terdiri dari keseluruhan Pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang yang berjumlah keseluruhan 90 orang pegawai.
Populasi menurut Istijanto (2005), adalah jumlah keseluruhan semua anggota yang diteliti, sedangkan sampel merupakan bagian yang diambil dari populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pegawai di lingkungan dinas Dikpora Kabupaten Pemalang yang berjumlah 90 orang yang terdiri dari staf Dikmen (Pendidikan Menengah), Staf TK/SD, Staf PLS (Pendidikan Luar Sekolah), Staf Binmudora (Pembinaan Generasi Muda dan Olahraga), Staf TU/Tata Usaha, Staf Tendik (Tenaga Pendidik), Pengawas SLTP dan SLTA, dan UPPK . Dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1
Populasi
No
Satuan Kerja
Jumlah Pegawai
1.
SLTP 1
10
2.
SLTP 2
10
3.
SLTP 3
5
4.
SLTP 4
10
5.
SLTP 5
20
6.
SLTP 6
     14
7.
SLTP 7
7
8.
SLTP 8
14

Jumlah
     90
          Sumber : Dikpora Kabupaten Pemalang, Oktober 2008
         
2.   Sampel
Sampel menurut Sugiono (2001), adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut. Besarnya sampel yang digunakan didalam peneltian ini, mengacu pada rumus Slovin yaitu :


 




Dimana :
n   =  Jumlah sampel
N  =  Jumlah populasi
e =   Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir
Dari hasil perhitungan sampel dengan rumus di atas, diperoleh sampel sebanyak 73. Kemudian sampel didistribusikan pada masing-masing unsur satuan kerja dengan perhitungan seperti tabel 2 sebagai berikut :
 
Tabel 2
Distribusi sampel
No
Satuan Kerja
Populasi
Perhitungan
Sampel
1.
Staf Dikmen (pendidikan menengah)
10
10/90 x 73
8
2.
Staf TK/SD,
10
10/90 x 73
8
3.
Staf PLS  (pendidikan luar sekolah)
5
5/90 x 73
5
4.
Staf Binmudora (Pembinaan generasi muda dan olahraga)
10
10/90 x 73
8
5.
Staf TU (bagian Umum, Perencanaan, dan Keuangan)
20
20/90 x 73
16
6.
Staf Tendik
14
14/90 x 73
11
7.
Pengawas SLTP dan SLTA
7
  7/90 x 73
6
8.
UPPK
14
14/90 x 73
11

Jumlah
90

73


B.  Variabel Penelitian
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus penulis untuk diamati. variabel itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok tersebut. variabel penelitian kuantitatif terdiri atas variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen, jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 1999 ; 3). Dalam penelitian ini ada 4 variabel yaitu :
1.    Variabel bebas terdiri dari tiga variabel yaitu :
a.    Kecerdasan Emosional (X1)
b.    Motivasi Kerja (X2)
c.    Lingkungan Kerja (X3)
2.    Variabel terikat yaitu : Kinerja Pegawai (Y)

C. Definisi Operasional Variabel
Pengertian Definisi Operasional Variabel penelitian yang dimaksud berupa pemberian arti atau menspesifikasikan atau memberikan makna operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel yang ada (Nasir, 2003 : 152).
Adapun ruang lingkup definisi operasional untuk masing – masing variabel dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut :
1.    Variabel Kecerdasan Emosional (X1)
Definisi operasional variabel kecerdasan emosional adalah : Kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi orang lain. Sesuai definisi operasional berikut parameternya di atas, selanjutnya disempitkan kedalam indikator untuk mengukur variabel kecerdasan emosional pegawai terdiri dari : (a). Self Awareness (Pengenalan diri). (b). Self Regulation/Management (Penguasaan diri). (c). Self Motivation (Motivasi diri). (d). Emphaty (Empati). (e). Effective Relationship (Hubungan yang efektif).
2.    Variabel Motivasi Kerja (X2)
Definisi operasional variabel motivasi kerja pegawai adalah : Dorongan diri pegawai untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan pekerjaan yang telah ditetapkan. Parameter untuk mengukur variabel tersebut dalah kondisi dalam diri pegawai maupun pengaruh dari luar yang dapat mendorong pelaksanaan pekerjaan secara lebih baik. Sesuai definisi operasional berikut parameternya di atas, selanjutnya dijabarkan ke dalam indikator untuk mengukur variabel motivasi kerja pegawai yang terdiri dari : (a). Dorongan bekerja lebih baik. (b). Persaingan yang sehat membuat belajar dan bekerja lebih baik. (c).   Dorongan membantu pekerjaan rekan-rekan. (d). Berdiskusi sesama pegawai.
3.    Varibel Lingkungan Kerja (X3)
Definisi operasional variabel Lingkungan kerja adalah : Segala sesuatu yang ada disekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Sesuai definisi operasional berikut parameternya di atas, selanjutnya disempitkan kedalam indikator untuk mengukur variabel lingkungan kerja pegawai yang terdiri dari : (a). Kebersihan ruangan dan lingkungan kantor. (b).Ketersediaan sarana dan prasarana kantor. (c). Keamanan dalam bekerja. (d). Suasana kerja yang kondusif (hubungan atasan dan bawahan). (e). Interaksi yang harmonis antar pegawai.
4.    Variabel Kinerja (Y)
Definisi operasional variabel kinerja pegawai adalah : Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang pegawai atau kelompok pegawai dalam suatu instansi/dinas di lingkungannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya pencapaian tujuannya secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. Parameter untuk mengukur variabel tersebut adalah tingkat kesesuaian antar hasil kerja yang dicapai pegawai dengan standar penilaian yang berlaku, juga merupakan gambaran produktivitas kerja pegawai tersebut dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Sesuai definisi operasional berikut parameternya di atas, selanjutnya dijabarkan ke dalam indikator untuk mengukur variabel kinerja pegawai yang terdiri dari : (a). Kerajinan. (b). Kecapaian. (c). Keakuratan. (d). Loyalitas. (e). Inisiatif. (f). Kerjasama.
D. Instrumen Penelitian
Adapun variabel, definisi operasional, indikator, pengukuran serta kisi-kisi instrumen pengukuran lebih jelas bisa dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Variabel, Indikator dan Kisi – kisi Instrumen Penelitian
No
Variabel
Definisi Operasional
Indikator
Item
Skala
Pengukuran
Sumber Data
1.
Kecerdasan Emosional (X1)
Kemampuan pegawai untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi orang lain
1.    Self Awareness (Kesadaran diri)
2.    Self Regulation/Management (Mengelola diri sendiri)
3.    Self Motivation (Motivasi diri)
4.    Emphaty (Empati)


5.    Effective Relationship (Hubungan yang efektif)

No. 1, 2, 3
No. 4, 5, 6, 7, 8, 9


No. 10

No. 11,  12, 13, 14, 15
No. 16, 17
Likert
1-5

1 = STS
2 = TS
3 = N
4 = S
5 = SS
Ordinal
Primer dari responden
2.
Motivasi Kerja (X2)
Dorongan diri pegawai untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan pekerjaan yang telah ditetapkan.
1.    Dorongan bekerja lebih baik
2.    Persaingan yang sehat membuat belajar dan bekerja lebih baik
3.    Dorongan membantu pekerjaan rekan-rekan
4.    Berdiskusi sesama pegawai
No. 18, 19, 20
No. 21, 22


No. 23, 24


No. 25, 26, 27
Likert
1-5

1 = STS
2 = TS
3 = N
4 = S
5 = SS
Ordinal
Primer dari responden
3.
Lingkungan Kerja (X3)
Segala sesuatu yang ada disekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
1.    Kebersihan ruangan dan lingkungan kantor
2.    Ketersediaan sarana dan prasarana kantor
3.    Keamanan dalam bekerja
4.    Suasana kerja yang kondusif (hubungan atasan dan bawahan)
5.    Interaksi yang harmonis antar pegawai
No. 28, 29

No. 30, 31

No. 32, 33
No. 34, 35


No. 36,37
Likert
1-5

1 = STS
2 = TS
3 = N
4 = S
5 = SS
Ordinal
Primer dari responden
4.
Kinerja Pegawai (Y)
Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang pegawai atau kelompok pegawai dalam suatu instansi/dinas di lingkungannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya pencapaian tujuannya secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika
1.    Kerajinan

2.    Kecapaian

3.    Keakuratan

4.    Loyalitas

5.    Inisiatif

6.    Kerjasama

No. 38, 39, 40
No. 41, 42, 43
No. 44, 45, 46
No. 47, 48, 49
No. 50, 51, 52
No. 53, 54
Likert
1-5

1 = STS
2 = TS
3 = N
4 = S
5 = SS
Ordinal
Primer dari responden

E. Uji Validitas dan Reliabilitas             
Dalam analisis data, data yang terkumpul akan diananlisis dan diuji, secara statistik dengan berbagai alat uji, yaitu :
1.    Uji Validitas
Try out pengujian validitas instrumen ini dilakukan terhadap  pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang dengan menunjuk 30 orang responden sebagai sampel uji coba kuesioner. Berdasarkan uji coba validitas terhadap 54 item pertanyaan, menunjukkan seluruh item pertanyaan tersebut valid memiliki nilai r hitung positif lebih besar dari r tabel (0,361), dan dengan nilai signifikansi masing-masing item lebih rendah dari 0,05.
2.    Uji Reliabilitas
Berdasarkan hasil olah data uji coba (try out) terhadap 30 orang sampel uji coba (N of Cases) pada kuesioner yang di dalamnya terdapat 54 item pertanyaan (Total N of Item) untuk keempat variabel yang ada, dapat diketahui besaran (koefisien) Crownbach Alpha (r – Alpha) untuk masing – masing variabel penelitian tersebut.
Perhitungan uji reliabilitas di sini digunakan program bantu SPSS.
Tabel 4
Reliability Analysis-Scale (Alpha)
No
Kelompok

Cronbach

Alpha
>/<
Alpha Kritis
Ket.
1
Kinerja (Y)
0,909
0,60
Reliabel
2
Kecerdasan emosional (X1)
0,912
0,60
Reliabel
3
Motivasi kerja (X2)
0,872
0,60
Reliabel
4
Lingkungan kerja (X3)
0,742
0,60
Reliabel
        Sumber : Data primer yang diolah, 2009
Data hasil uji reliabilitas pada tabel 4, menggambarkan bahwa koefisien reliabilitas (r – Alpha) untuk masing – masing variabel penelitin yang ada (Y, X1, X2, X3) ternyata besarannya berada di atas 0, 60 (norma Crownbach Alpha), sehingga masing – masing variabel penelitian terbukti reliabel dalam fungsinya sebagai alat ukur (instrumen) penelitian.
Dengan demikian sesuai hasil olah data pada uji coba instrumen penelitian, menunjukkan bahwa keseluruhan item pertanyaan pada keempat variabel penelitian (kinerja, kecerdasan emosional, motivasi kerja dan lingkungan kerja), dapat dikategorikan reliabel. Oleh karena itu instrumen yang digunakan dalam penelitin ini memiliki konsistensi yang akurat (handal) sebagai alat ukur dan dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa jenis analisis yaitu analisis dikriptif, analisis regresi. Masing-masing analisis yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.  Analisis Deskriptif
Analisis deskriprif dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran penyebaran skor hasil penelitian masing-masing variabel secara kategorial. Hal ini bertolak dari konsep Aswar (1995) bahwa skor total individual yang semakin mendekati skor total ideal dapat diinterprestasikan sebagai semakin positif atau semakin favourable.
Sebagai standar pengukuran terhadap masing-masing variabel dilakukan dari data ideal ke dalam kategori dentzan menggunakan formula sebagai berikut : (Irianto, 1998: 13).
a.  Variabel Kinerja
Dalam mendiskripsikan kondisi variabel Kinerja (Y) dilakukan kategorisasi jumlah skor  jawaban responden ke dalam 5 (lima) kategori : (1) sangat baik, (2) baik, (3) cukup, (4) buruk, dan (5) sangat buruk.
a)      Jawaban maksimal  =  17 pertanyaan x 5 = 85
b)      Jawaban minimal       =  17 pertanyaan x 1 = 17
Rentang Nilai           =  
                                =
Pembagian kategori :
1)      Rentang nilai 17,0 31         = Sangat buruk
2)      Rentang nilai 31,01 45       = Buruk
3)      Rentang nilai 45,01 59       = Cukup 
4)      Rentang nilai 59,01 75       = Baik
5)      Rentang nilai 75,01 85       = Sangat baik
b.  Variabel Kecerdasan Emosional
            Dalam mendiskripsikan kondisi variabel kecerdasan emosional (X1) dilakukan kategorisasi jumlah skor  jawaban responden ke dalam 5 (lima) kategori : (1) sangat tinggi, (2) tinggi, (3) sedang, (4) rendah, dan (5) sangat rendah.
a)      Jawaban maksimal             =  17 pertanyaan x 5 = 85
b)      Jawaban minimal   =  17 pertanyaan x 1 = 17
Rentang Nilai      =  
                           =
Pembagian kategori :
1)      Rentang nilai 17,0 31         = Sangat buruk
2)      Rentang nilai 31,01 45       = Buruk
3)      Rentang nilai 45,01 59       = Cukup 
4)      Rentang nilai 59,01 75       = Baik
5)      Rentang nilai 75,01 85       = Sangat baik
c.  Variabel Motivasi Kerja
Dalam mendiskripsikan kondisi variabel motivasi kerja (X2) dilakukan kategorisasi jumlah skor  jawaban responden ke dalam 5 (lima) kategori : (1) sangat tinggi, (2) tinggi, (3) sedang, (4) rendah, dan (5) sangat rendah.
a)      Jawaban maksimal         =  10 pertanyaan x 5 = 50
b)      Jawaban minimal            =  10 pertanyaan x 1 = 10
Rentang Nilai        =  
                                   =
Pembagian kategori :
1)      Rentang nilai 10,00 18       = Sangat rendah
2)      Rentang nilai 18,01 26       = Rendah
3)      Rentang nilai 26,01 34       = Sedang
4)      Rentang nilai 34,01 42       = Tinggi
5)      Rentang nilai 42,01 50       = Sangat tinggi
d.  Variabel Lingkungan Kerja
Dalam mendiskripsikan kondisi variabel lingkungan kerja (X3) dilakukan kategorisasi jumlah skor  jawaban responden ke dalam 5 (lima) kategori : (1) sangat baik, (2) baik, (3) cukup, (4) buruk, dan (5) sangat buruk.
a)        Jawaban maksimal     =  10 pertanyaan x 5 = 50
b)      Jawaban minimal         =  10 pertanyaan x 1 = 10
Rentang Nilai          =  
                                     =
Pembagian kategori :
1)      Rentang nilai 10,00 18       = Sangat buruk
2)      Rentang nilai 18,01 26       = Buruk
3)      Rentang nilai 26,01 34       = Cukup
4)      Rentang nilai 34,01 42       = Baik
5)      Rentang nilai 42,01 50       = Sangat baik
2.   Analisis Inferensial
a.    Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik sebagai uji persyaratan. menurut Sulaiman (2004 ; 87), data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan teknik analisis regressi sederhana dengan syarat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Model analisis dikembangkan berdasarkan asumsi sebagaimana yang berlaku untuk model analisis regressi sederhana, maka terlebih dahulu perlu diuji : normalitas, multikolonieritas, heterokedastisitas, autokorelasi dan linieritas sebagai berikut :
1)       Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal atau tidak Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorof Smirnov satu arah. Hair et al (1998), mengemukakan bahwa normalitas data dapat dilihat dengan uji kolmogorof Smirnov. Apabila nilai Z statistiknya tidak signifikan maka suatu data dapat disimpulkan terdistribusi secara normal. Uji Kolmogorov Smirnov dipilih dalam penelitian ini karena uji ini dapat secara langsung menyimpulkan apakah data yang ada terdistribusi normal secara statistik atau tidak. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas, jika probabilitas (ρ) > 0,05 maka data penelitian dinyatakan berdistribusi normal
2)      Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam model. Multikolonieritas terjadi jika terdapat hubungan linier antara independen variabel yang dilibatkan dalam model. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas adalah dengan menganalisa matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas (Ghozali, 2001). Multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai toleran dan variance inflation factor (VIF), (Ghozali, 2001). Nilai cut off yang umum dipakai adalah  nilai toleransi 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10 sehingga data yang tidak terkena multikolonieritas nilai tolerensinya harus lebih dari 0,10 atau nilai VIF kuarang dari 10.
3)      Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas  berarti varians variabel dalam model tidak sama (konstan). Konsekuensi adanya heterokedastisitas  dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang diperoleh menjadi tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar, meskipun penaksir yang diperoleh menggambarkan populasinya dan bertambahnya sampel yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (konsisten). Hal ini disebabkan variansnya yang tidak minimum atau dengan kata lain tidak efisien.
Untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas dapat digunakan analisis residual yang berbentuk grafik scater Plot dimana bila data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu maka dapat dikatakan tidak terjadi heterokedasitas. (Ghozali, 2001)
4)      Uji Homogenitas
Pada uji persyaratan analisis yang berupa homogenitas data ini dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan atau homogenitas varian nilai variabel terikat (variabel Y) yang didasarkan pada setiap varian nilai variabel bebas tertentu (variabel X1, X2, atau X3). Melalui penerapan uji homogenitas data ini dapat diketahui apakah residu dari nilai variabel terikat untuk setiap nilai variabel bebas yang ada dapat dikategorikan sebagai homogen atau tolak homogen. Teknik ujinya dengan menggunakan uji Lavene, yang tujuannya untuk mengetahui variabel Y atas variabel bebas yang ada, Variabel X1, X2, atau X3 , (Santoso 2003:271). Penentuan hipotesis yang hendak diuji tingkat homogenitasnya dengan menggunakan kriteria norma sebagai berikut :
a. Ho = Varian variabel Y atas X adalah tidak identik atau tidak homogen.
b. Ha = Varian variabel Y atas variabel X adalah identik atau homogen.
Pengambilan keputusan yang diterapkan dalam melakukan uji Lavene ini berupa :
a. Jika nilai probabilitas (p) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak
b. Jika nilai probabilitas (p) < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
5)      Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk meyakinkan bahwa model regressi yang terbentuk memenuhi syarat kriteria kelinieran. caranya adalah dengan melihat hasil plot residual terhadap harga-harga prediksi. jika grafik antara harga-harga residual tidak membentuk suatu pola tertentu (misalnya : parabola, kubik, dan sebagainya) maka asumsi linieritas terpenuhi (Sulaiman ; 2004;32)
Uji linearitas digunakan untuk melihat spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Pengujian linearitas dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan Ramsey Test (Ghozali, 2005: 116), dan pengujian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS. 
6)      Uji Autokorelasi.
Model autokorelasi yang baik adalah jika tidak terjadi autokorelasi, yaitu model regressi linier yang tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
     Menurut Ghozali (2005; 95) Uji autokorelasi selain bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya), juga menyatakan jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk melakukan uji autokorelasi, pada penelitian ini menggunakan besaran Durbin Watson.
Tabel 5
Persyaratan Uji Autokorelasi
Hipotesis Nol
Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Ditolak
Tidak ada keputusan
Ditolak
Tidak ada keputusan
Tidak ditolak
0 < d < dL
dL £ d £ dU
4 - dL < d < 4
4 - dU £ d £ 4 - dL
dU < d < 4 - dU
  Sumber : Gujarati, 1995
b.    Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan pada penelitian ini. Metode pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dilakukan menggunakan uji t dan Uji F (Gujarati, 1995).
1)  Korelasi sederhana dan regresi linier sederhana
a.     Perhitungan nilai koefisien korelasi
Untuk menghitung koefisien korelasi digunakan rumus Product Moment Pearson:
rxy  = 
(SX)2  : Kuadrat jumlah skor total X
SX2      : Jumlah kuadrat skor total X
SY2      : Jumlah kuadrat skor total Y
(SY)2   : Kuadrat jumlah skor total Y

 
Dimana:
r       : Koefisien korelasi
n        : Jumlah subyek
X      : Skor total X
Y      : Skor total Y
b.    Regresi linier sederhana
Regresi linear sederhana didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal satu variabel bebas dengan satu variabel terikat. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah:
Y  = a + bX
Dimana :
Y      = Subyek dalam variabel bebas yang diprediksikan.
a       =   Harga Y bila X = 0 (harga konstan).
b      =   Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel terikat yang didasarkan pada variabel bebas. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan.
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai (konstanta) dan nilai (koefisien regresi) adalah sebagai berikut:
b     = 
a     =   -  b
Di mana:
a        = Nilai Konstanta
Y       = Rata-rata variabel Y
X       = Rata-rata variabel X
2.  Korelasi berganda dan regresi linier berganda
a.        Korelasi berganda
Untuk menghitung nilai koefisien korelasi berganda digunakan rumus sebagai berikut:
(rYX1X2)  =
Di mana :
rYX1X2        = korelasi antara X1 dan X2 secara bersama-sama dengan Y
rYX1            = Korelasi antara X1 dengan Y
rYX2         = Korelasi antara X2 dengan Y
rYX2         = Korelasi antara X1 dengan X2

b.       Regresi linier berganda
Regresi linier berganda didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat. Persamaan umum regresi linier berganda adalah:
Y =  a0 + b1X1 + b2X2
Untuk mencari nila a, b1, dan b2 dapat digunakan formula berikut ini.
an + b1SX1  + b2SX2 = SY
aSX1 + b1SX12 + b2SX1X2 = SX1Y
aSX2 + b1SX1X2 + b2SX22 = SX1Y
3.  Perhitungan nilai koefisien determinasi
Untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat, digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel terikat yang dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berada pada interval 0£R2£1.
Secara.logika, makin baik estimasi model dalam menggambarkan data, maka makin dekat nilai R ke nilai 1 (satu). Nilai R2 dapat diperoleh dengan rumus:   



Di mana:
R2 = Koefisien determinasi
r   = Koefisien korelasi

 
R2  =  (r)2 x 100%




4.  Uji Hipotesis dengan t-test dan F-test
Uji hipotesis dengan t-test digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas memiliki hubungan signifikan atau tidak dengan variabel terikat secara individual untuk setiap variabel. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai t-hitung adalah sebagai berikut:
thitung  = 

Setelah didapatkan nilai t-hitung melalui rumus di atas, maka untuk menginterpretasikan hasilnya berlaku ketentuan sebagai berikut:
-        Jika t-hitung > t-tabel ; Ho ditolak (ada hubungan yang signifikan)
-        Jika t-hitung < t-tabel ; Ho diterima (tidak ada hubungan yang signifikan)
Untuk mengetahui t-tabel digunakan ketentuan n-2 pada level of significance (a) sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0.05) atau taraf keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5% berarti variabel tersebut tidak signifikan.
Uji hipotesis dengan F-test digunakan untuk menguji hubungan dua variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat.
Rumusnya adalah sebagai berikut :



Dimana :
R2 = koefisien determinasi
K = jumlah variabel independen
N = jumlah sampel

 
F =



Kriteria pengujian :
-        Jika nilai F-hitung > F-tabel, berarti Ho ditolak, dan Ha diterima.
-        Jika nilai F-hitung < F-tabel, berarti Ho diterima, dan Ha ditolak



 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.   Deskripsi Data Penelitian
1.  Deskripsi Kinerja
            Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan startegis (strategic planing) suatu organisasi.
            Untuk mengetahui kategori tanggapan responden terhadap kinerja, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Deskripsi Variabel Kinerja
No.
Skor
f
f %
Kategori
1.
17-31
44
62,9%
Sangat baik
2.
31,01-45
24
34,3%
Baik
3.
45,01-59
2
2,9%
Cukup
4.
59,01-73
0
0
Buruk
5.
73,01-85
0
0
Sangat buruk

Jumlah
70
100 %

           Sumber : Data primer yang diolah, 2009
            Berdasarkan Tabel 6 mengenai tanggapan responden terhadap kinerja, menunjukkan kategori kinerja sangat baik sebanyak 44 orang (62,9%), kategori kinerja baik sebanyak 24 orang (34,3%), dan kategori kinerja cukup sebanyak 2 orang (2,9%). Dapat disimpulkan mayoritas pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang memiliki kinerja sangat baik, yaitu sebanyak 62,9%.
2. Deskripsi Variabel Kecerdasan Emosional
            Kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh manusiawi. Kecerdasan emosionalah yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi kita dalam mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai yang paling dalam untuk mengubah dari apa yang dipikirkan menjadi apa yang dijalani.
            Untuk mengetahui kategori tanggapan responden terhadap kecerdasan emosional, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Deskripsi Variabel Kecerdasan Emosional
No.
Skor
f
f %
Kategori
1.
17-31
20
28,6%
Sangat tinggi
2.
31,01-45
47
67,1%
Tinggi
3.
45,01-59
3
4,3%
Sedang
4.
59,01-73
0
0
Rendah
5.
73,01-85
0
0
Sangat Rendah

Jumlah
70
100 %

  Sumber : Data primer yang diolah, 2009
            Berdasarkan Tabel 7 mengenai tanggapan responden terhadap kecerdasan emosional, menunjukkan kategori kecerdasan emosional sangat tinggi sebanyak 20 orang (28,6%), 47 orang (67,1%) memiliki kategori kecerdasan emosional tinggi, dan 3 orang (4,3%) memiliki kategori kecerdasan emosional sedang. Dapat disimpulkan mayoritas pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang mengenai kecerdasan emosional tergolong dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 67,1%.
3.  Deskripsi Motivasi Kerja
            Motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikoordinasikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu.
            Untuk mengetahui kategori tanggapan responden terhadap motivasi kerja, dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8
Deskripsi Variabel Motivasi Kerja
No.
Skor
f
f %
Kategori
1.
42,01 50
43
61,4%
Sangat tinggi
2.
34,01 42
27
38,6%
Tinggi
3.
26,01 26
0
0
Sedang
4.
18,01 26
0
0
Rendah
5.
10,00 18
0
0
Sangat Rendah

Jumlah
70
100

           Sumber : Data primer yang diolah, 2009
                Berdasarkan Tabel 8 mengenai tanggapan responden terhadap motivasi kerja, menunjukkan kategori motivasi kerja sangat tinggi sebanyak 40 orang (61,4%), dan selebihnya memiliki kategori motivasi kerja tinggi yaitu 27 orang (38,6%). Dapat disimpulkan mayoritas pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang mengenai motivasi kerja tergolong dalam kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 61,4%.
4.  Deskripsi Lingkungan Kerja
            Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan pekerjaannya.
            Untuk mengetahui kategori tanggapan responden terhadap lingkungan kerja, dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9
Deskripsi Variabel Lingkungan Kerja
No.
Skor
f
f %
Kategori
1.
42,01 50
1
1,4%
Sangat baik
2.
34,01 42
35
50%
Baik
3.
26,01 26
34
48,6%
Cukup
4.
18,01 26
0
0
Buruk
5.
10,00 18
0
0
Sangat buruk

Jumlah
70
100 %

           Sumber : Data primer yang diolah, 2009
            Berdasarkan Tabel 8 mengenai tanggapan responden terhadap lingkungan kerja, menunjukkan kategori lingkungan kerja sangat tinggi sebanyak 1 orang (1,4%), kategori lingkungan kerja baik sebanyak 35 orang (50%), dan kategori lingkungan kerja cukup sebanyak 34 orang (48,6%). Dapat disimpulkan mayoritas pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang mengenai lingkungan kerja tergolong dalam kategori baik, yaitu sebanyak 35%.

D.      Hasil Uji Asumsi Klasik/Persyaratan Analisis
1.  Uji Normalitas
Tabel 10
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov
No

VAR00001
Kolmogorov-Smirnov (a)


Statistic
df
Sig.
1.
VAR00002
X1
.142
70
.128
2.

X2
.019
70
.800
3.

X3
.102
70
.070
4.

Y
.091
70
.330
a  Lilliefors Significance Correction
            Berdasarkan Tabel 10 pada baris Signifikansi diperoleh nilai signifikansi dari semua variabel > 0,05 yang berarti bahwa data dari masing-masing variabel berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Hasil perhitungan statistik menggunakan SPSS versi 12, diperoleh hasil perhitungan multikolinieritas untuk variabel kecerdasan emosional, motivasi kerja, dan lingkungan kerja dapat disajikan seperti pada tabel 11.
Tabel 11
Hasil Perhitungan Multikolinieritas
No
Collinearity Statistics
Variabel
Tolerance
VIF
1.
Kecerdasan emosional (X1)
0,693
1,442
2.
Motivasi kerja (X2)
0,690
1,450
3.
Lingkungan kerja (X3)    
0,689
1,451
           Sumber : Data primer yang diolah, 2009
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa model regresi tidak mengalami gangguan multikolinieritas. Hal ini tampak pada nilai tolerance untuk kedua variabel tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 10 persen. Jadi hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi.

3.  Uji  Heterokedastisitas
Hasil perhitungan menggunakan program SPSS dapat disajikan pada gambar 1.
Gambar 1 Hasil Uji Heterokedastisitas

Hasil uji heterokedastisitas pada gambar 1 menunjukkan bahwa titik-titik (menggambarkan data) menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai.
4. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas menggunakan uji Levene (Ghozali, 2001: 69). Pengujian homogenitas varians skor variabel terikat untuk setiap nilai skor variabel bebas tertentu dengan uji Levene tersebut dilakukan berdasarkan kelompok setiap variansi nilai dari skor bebas. Uji Levene digunakan untuk mengetahui homogenitas varians y atas X1, y atas X2, y atas X3, dilakukan dengan SPSS versi 12. Dasar pengambilan keputusnnya berdasarkan pada nilai signifikansi. Apabila nilai signifikansi > 0,05 dapat disimpulkan bahwa data-data bersifat homogen. Hasil uji homogenitas  selengkapnya dapat dilihat dari output SPSS versi 12 seperti pada tabel 12.

Tabel 12
Hasil Uji Homogenitas Menggunakan Levene
  Sumber : Data primer yang diolah, 2009
Berdasarkan Tabel 12 pada baris Signifikansi diperoleh nilai dari semua variabel > 0,05 yang berarti bahwa data dari masing-masing variabel tidak mengandung heteroskedastisitas atau bersifat homogen.
5. Uji Linieritas
                        Hasil uji linearitas dengan model Ramsey Test menggunakan program SPSS (lampiran XIII) dapat dijelaskan sebagai berikut :
F hitung =

Sedangkan F tabel dengan df = 65 dan k = 4 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,75. Jadi F hitung (167,692) > F tabel (2,75) maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang terbentuk memenuhi syarat kreteria kelinieran.
6. Uji Autokorelasi
                          Untuk melakukan pengujian linearitas disini juga digunakan uji autokorelasi dilakukan dengan uji mapping Durbin Watson (DW). Dari regresi diperoleh angka DW sebesar 2,115. Dengan jumlah data (n) sama dengan 70 dan jumlah variabel (k) sama dengan 3 serta a= 5% diperoleh angka dL = 1,52 dan dU = 1,70.

Tabel 13
Hasil Pengujian Durbin Watson
Berdasarkan Tabel 13, pada uji autokorelasi dengan menggunakan uji mapping Durbin Watson (DW).  dapat dijelaskan sebagai berikut :







Autokorelasi negatif
Tanpa kesimpulan
Tidak terdapat autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Autokorelasi positif
dL
1,52
 
dU
1,70
 
DW
2,115
 
4-dU
2,3
 
4-dL
2,48
 






Gambar 3 Hasil Pengujian Durbin Watson
                        Karena nilai DW (Durbin Watson) = 2,115 terletak antara 4-dU dan dU maka model persamaan regresi yang diajukan  tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif.
E. Hasil Uji Hipotesis/Uji Pengaruh                         
1.  Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai
Rumusan Hipotesis :
Ho :   b1 = 0,   Kecerdasan Emosional tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
Ha  :   b1 > 0,   Kecerdasan Emosional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
             Hasil analisis tersebut menghasilkan output yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
             Hasil output SPSS tentang pengujian regresi sederhana menunjukkan nilai coefficients B untuk konstanta sebesar 16,379, nilai ini menunjukkan bahwa jika kecerdasan emosional diabaikan atau dianggap nol, maka kinerja pegawai tetap (tidak mengalami perubahan). Sedangkan hasil coefficients B untuk variabel kecerdasan emosional sebesar 0,821, hasil ini menunjukkan bahwa jika kecerdasan emosional mengalami peningkatan, maka kinerja pegawai akan meningkat sebesar 82,1%. Hasil tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
Y = 16,379 + 0,821X1
Dimana :    Y  = Kinerja Pegawai
                   a   = Konstanta
                    X1 = Kecerdasan emosional
Tabel 14
Hasil Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai
Untuk menyatakan persamaan  Y = 16,379 + 0,821X1 memenuhi persamaan linearitas ditunjukkan oleh Anova table melalui deviation from linearity sig.= 0,083 lebih besar dari 0,05.
Tabel 15
Uji Linearitas Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai
            Selanjutnya pada output ANOVA, tampak bahwa nilai F = 51,010 dengan p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05 mana regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja pegawai.

Tabel  16
Output ANOVA
(1)   Nilai pearson correlation variabel bebas kecerdasan emosional terhadap variabel terikat kinerja pegawai (rx1.y) dicari melalui output correlations diperoleh hasil  p (sig) = 0,000 dan nilai r = 0,655. Karena nilai p < 0,05 maka hubungan variabel bebas kecerdasan emosional dengan variabel terikat kinerja pegawai dapat dikatakan signifikan, sedangkan kekuatan pengaruhnya ditunjukkan oleh besaran r     sebesar 0,655.
Tabel  17
Output Correlation
(2)   Uji hipotesis dengan T-test digunakan untuk menguji hubungan satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat.

Tabel 18
Output t hitung
          Hasil perhitungan SPSS versi 12 dengan menggunakan uji t untuk variabel kecerdasan emosional (X1), diperoleh nilai t hitung sebesar 7,142 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Dengan menggunakan DF (degree of freedom) n-k (70-1) = 69 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,667. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa nilai t hitung sebesar 7,142 lebih besar dari t tabel sebesar 1,667 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, yang menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan : Kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai“ terbukti kebenarannya. 
            Hasil pembuktian hipotesis secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut.
 





Gambar 4 Uji Hipotesis Kecerdasan Emosional (X1)
            Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai t hitung berada di atas nilai t tabel, yaitu 7,142  > 1,667 yang mana nilai t hitung berada pada daerah penolakan Ho, sehingga hipotesis yang telah dirumuskan terbukti kebenarannya
            Pada output ANOVA table dihasilkan nilai F hitung 51,010 dan sig.= 0,000. Menentukan F tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, a=5%;  df2= n-k-1 = 70-1-1= 68, hasil diperoleh F tabel sebesar 3,98. Kreteria pengujian Ho ditolak bila F hitung > F tabel (51,010 > 3,98) artinya ada pengaruh secara signifikan antara variabel bebas kecerdasan emosional terhadap variabel terikat kinerja pegawai.
2.  Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Rumusan Hipotesis :
Ho :   b2 = 0,   Motivasi kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
Ha  :   b2 > 0,   Motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
             Hasil analisis tersebut menghasilkan output yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
             Hasil output SPSS tentang pengujian regresi sederhana menunjukkan nilai coefficients B untuk konstanta sebesar 16,098, nilai ini menunjukkan bahwa jika motivasi kerja diabaikan atau dianggap nol, maka kinerja pegawai tetap (tidak mengalami perubahan). Sedangkan hasil coefficients B untuk variabel motivasi kerja sebesar 1,315, hasil ini menunjukkan bahwa jika motivasi kerja mengalami peningkatan, maka kinerja pegawai akan meningkat. Hasil tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
Y = 16,098 + 1,315X2
Dimana :    Y  = Kinerja pegawai
                   a   = Konstanta
                    X2 = Motivasi kerja
Tabel 19
Hasil Analisis Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Untuk menyatakan persamaan  Y = 16,098 + 1,315X2 memenuhi persamaan linearitas ditunjukkan oleh Anova table melalui deviation from linearity sig.= 0,066 lebih besar dari 0,05.
Tabel 20
Uji Linearitas Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai
            Selanjutnya pada output ANOVA, tampak bahwa nilai F = 56,503 dengan p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05 mana regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja pegawai.
Tabel  21
Output ANOVA
(1)   Nilai pearson correlation variabel bebas motivasi kerja terhadap variabel terikat kinerja pegawai (rx2.y) dicari melalui output correlations diperoleh hasil  p (sig) = 0,000 dan nilai r = 0,674. Karena nilai p < 0,05 maka hubungan variabel bebas motivasi kerja dengan variabel terikat kinerja pegawai dapat dikatakan signifikan, sedangkan kekuatan pengaruhnya ditunjukkan oleh besaran r sebesar 0,674.

Tabel  22
Output Correlation
(2)   Uji hipotesis dengan T-test digunakan untuk menguji hubungan satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat.
Tabel 23
Output t hitung
          Hasil perhitungan SPSS versi 12 dengan menggunakan uji t untuk variabel motivasi kerja (X2), diperoleh nilai t hitung sebesar 7,517 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Dengan menggunakan DF (degree of freedom) n-k (70-1) = 69 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,667. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa nilai t hitung sebesar 7,517 lebih besar dari t tabel sebesar 1,667 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, yang menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan : Motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai“ terbukti kebenarannya. 
         

          Hasil pembuktian hipotesis secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut.
 





Gambar 5 Uji Hipotesis Motivasi Kerja (X2)
            Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai t hitung berada di atas nilai t tabel, yaitu 7,571  > 1,667, yang mana nilai t hitung berada pada daerah penolakan Ho, sehingga hipotesis yang telah dirumuskan terbukti kebenarannya
            Pada output ANOVA table dihasilkan nilai F hitung 56,503 dan sig.= 0,000. Menentukan F tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, a=5%;  df2= n-k-1 = 70-1-1= 68, hasil diperoleh F tabel sebesar 3,98. Kreteria pengujian Ho ditolak bila F hitung > F tabel (56,503 > 3,98) artinya ada pengaruh secara signifikan antara variabel bebas motivasi kerja terhadap variabel terikat kinerja pegawai.
3.  Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Rumusan Hipotesis :
Ho :   b3 = 0,   Lingkungan kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
Ha  :   b3 > 0,   Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
             Hasil analisis tersebut menghasilkan output yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
             Hasil output SPSS tentang pengujian regresi sederhana menunjukkan nilai coefficients B untuk konstanta sebesar 37,522, nilai ini menunjukkan bahwa jika lingkungan kerja diabaikan atau dianggap nol, maka kinerja pegawai tetap (tidak mengalami perubahan). Sedangkan hasil coefficients B untuk variabel lingkungan kerja sebesar 1,019, hasil ini menunjukkan bahwa jika lingkungan kerja mengalami peningkatan, maka kinerja pegawai akan meningkat. Hasil tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
Y = 37,522 + 1,019X3
Dimana :    Y  = Kinerja pegawai
                   a   = Konstanta
                    X3 = Lingkungan kerja
Tabel 24
Hasil Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Untuk menyatakan persamaan  Y = 37,522 + 1,019X3 memenuhi persamaan linearitas ditunjukkan oleh Anova table melalui deviation from linearity sig.= 0,646 lebih besar dari 0,05.
Tabel 25
Uji Linearitas Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
            Selanjutnya pada output ANOVA, tampak bahwa nilai F = 36,105 dengan p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05 mana regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja pegawai.
Tabel  26
Output ANOVA
(1)   Nilai pearson correlation variabel bebas lingkungan kerja terhadap variabel terikat kinerja pegawai (rx3.y) dicari melalui output correlations diperoleh hasil  p (sig) = 0,000 dan nilai r = 0,589. Karena nilai p < 0,05 maka hubungan variabel bebas lingkungan kerja dengan variabel terikat kinerja pegawai dapat dikatakan signifikan, sedangkan kekuatan pengaruhnya ditunjukkan oleh besaran r sebesar 0,589.
Tabel  27
Output Correlation
(2)   Uji hipotesis dengan T-test digunakan untuk menguji hubungan satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat.
Tabel 28
Output t hitung Lingkungan Kerja  
          Hasil perhitungan SPSS versi 12 dengan menggunakan uji t untuk variabel lingkungan kerja (X3), diperoleh nilai t hitung sebesar 6,009 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Dengan menggunakan DF (degree of freedom) n-k (70-1) = 69 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,667. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa nilai t hitung sebesar 6,009 lebih besar dari t tabel sebesar 1,667 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, yang menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan : Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai“ terbukti kebenarannya. 
            Hasil pembuktian hipotesis secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut.
 





Gambar 6 Uji Hipotesis Lingkungan Kerja (X3)
            Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai t hitung berada di atas nilai t tabel, yaitu 7,571  > 1,667, yang mana nilai t hitung berada pada daerah penolakan Ho, sehingga hipotesis yang telah dirumuskan terbukti kebenarannya
            Pada output ANOVA table dihasilkan nilai F hitung 36,105 dan sig.= 0,000. Menentukan F tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, a=5%;  df2= n-k-1 = 70-1-1= 68, hasil diperoleh F tabel sebesar 3,98. Kreteria pengujian Ho ditolak bila F hitung > F tabel (36,105 > 3,98) artinya ada pengaruh secara signifikan antara variabel bebas lingkungan kerja terhadap variabel terikat kinerja pegawai.
4. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Motivasi Kerja, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Perumusan Hipotesis
Ho : β1, β2, β3 = 0     Kecerdasan Emosional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai dinas Dikpora Kabupaten  Pemalang
Ha : β1, β2, β3 > 0     Kecerdasan emosional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai dinas Dikpora Kabupaten Pemalang
            Hasil perhitungan menggunakan program SPSS versi 12 dapat dilihat pada tabel 29.
Tabel 29
Hasil Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Motivasi Kerja, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawi
Tabel 30
Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Kecerdasan Emosional,
Motivasi Kerja, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
                        Berdasarkan Tabel 29, maka persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut:
Y= α + β1. X1 + β2.  X2  + β3.  X3  + e
Y = -5,061 + 0,450X1 + 0,767X2 + 0,396X3
Keterangan :
Y              =      Kinerja Pegawai
α              =      Konstanta
β1, β2, β3    = Koefisien Regresi
X1                =      Kecerdasan emosional
X2                =      Motivasi kerja
X3            = Lingkungan kerja
e              = Kesalahan random
                        Berdasarkan hasil persamaan regresi tersebut, maka dapat diuraikan sebagai   berikut :
a.       Hasil koefisien regresi variabel X1 (Kecerdasan Emosional) sebesar 0,450 (dengan tanda positif), menunjukkan semakin tinggi Kecerdasan Emosional, maka kinerja akan semakin meningkat
b.      Hasil koefisien regresi variabel X2 (Motivasi Kerja) sebesar 0,767 (dengan tanda positif), menunjukkan semakin tinggi Motivasi Kerja, maka kinerja akan semakin meningkat.
c.       Hasil koefisien regresi variabel X3 (Lingkungan Kerja) sebesar 0,396 (dengan tanda positif), menunjukkan semakin baik Lingkungan Kerja, maka kinerja akan mengalami peningkatan
                        Hasil perhitungan uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 38,128 dengan tingkat signifikansi 0,000. Dengan menggunakan DF1 sebesar 3, dan DF2 sebesar (n-k-1) = 70 – 3 – 1  = 66, dan a=5%, diperoleh nilai F tabel sebesar 2,74. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 38,128 lebih besar dari F tabel sebesar 2,74 ; dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, yang mana nilai tersebut menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan “Kecerdasan Emosional, Motivasi dan Lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang” terbukti kebenarannya.
            Hasil pembuktian hipotesis secara grafis dapat dilihat pada gambar   berikut 7.
 






Gambar 7 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
            Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai F hitung berada diatas nilai F tabel, yaitu 38,128 > 2,74, yang mana nilai F hitung berada pada daerah penolakan Ho, sehingga hipotesis yang telah dirumuskan terbukti kebenarannya.
5.  Koefisien Determinasi 
            Perhitungan koefisien determinasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12, yang mana hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 31.
Tabel 31
Hasil uji koefisien determinasi
   Sumber : Data primer yang diolah, 2009
            Berdasarkan Tabel 31 menunjukkan nilai R square (R2) sebesar 0,634. Hal ini berarti bahwa 63,4% kinerja pegawai (Y) dapat dijelaskan oleh variasi kecerdasan emosional (X1), motivasi kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3). Sedangkan selebihnya, yaitu 36,6% kinerja pegawai (Y), dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
F.  Pembahasan Hasil Penelitian
1.  Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai
            Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, mengindikasikan variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan semakin baik kecerdasan emosional, maka kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang juga semakin meningkat.
            Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Trihandini (2005) ; dengan menggunakan uji regressi linier berganda menghasilkan penelitian ada pengaruh positif antara kecerdasan emosional, intelektual dan spiritual terhadap kinerja karyawan di Hotel Horizon Semarang.  
                        Edwardin (2006) ; dengan menggunakan uji regressi linier berganda yang menghasilkan penelitian bahwa Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan Emosional dan Budaya Organisasi secara signifikan mempengaruhi Kinerja Karyawan di PT Pos Indonesia se-Kota Semarang.
            Inu Indarto (2007) ; dengan menggunakan uji regressi linier berganda yang menghasilkan penelitian bahwa Kecerdasan      Emosi dan  Komitmen berorganisasi secara siginifikan mempengaruhi Respon Guru Mengenai Perubahan Kurikulum di SMK Kabupaten Bresbes
                        Ketiga peneliti tersebut menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja karyawan, dan respon baik guru.
            Menurut Goleman (2000), kecerdasan emosional atau emotional Quotient merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Dan kecakapan emosi adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan emosional yang dapat menghasilkan kinerja menonjol dalam pekerjaan. Kerangka kerja kecerdasan emosional adalah kesadaran diri, pengaturan, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
            Apabila emosional diri/kesadaran diri pegawai semakin baik, mereka akan bekerja dengan lebih baik dan bahkan cenderung sesuai dengan harapan/standar yang diberlakukan organisasi, sehingga pada akhirnya mereka akan mencapai kinerja yang lebih baik. 
2.  Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai
            Hasil penelitian menunjukkan variabel motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi motivasi kerja, maka kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang akan semakin meningkat.
            Robbin (1996) mengemukakan motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikoordinasikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Motivasi kerja pegawai merupakan dorongan dalam diri seorang pegawai yang menimbulkan semangat untuk melaksanakan pekerjaan secara lebih giat, sehingga produktivitas daan efektifitas kerjanya cenderung meningkat. Timbulnya motivasi kerja pegawai dapat dipengaruhi oleh adanya rangsangan, baik yang datang dari dalam diri pegawai sendiri (faktor intrinsik/faktor intern) maupun berasal dari pengaruh luar pegawai (faktor ekstrinsik/faktor ekstern).
            Motivasi dapat memberikan dorongan kepada pegawai untuk bekerja dengan lebih baik. Pegawai yang termotivasi tentunya mereka akan memiliki semangat dalam bekerja dan hal ini tentunya akan meningkatkan kinerja mereka.
3.  Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
            Hasil penelitian menunjukkan variabel lingkungan kerja berpengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja. Hal ini mengindikasikan semakin baik lingkungan kerja, maka kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang akan semakin meningkat.
            Lingkungan kerja dapat menciptakan hubungan kerja yang mengikat antara orang-orang yang ada dalam lingkungannya. Meskipun pegawai diberikan rangsangan yang layak, semangat kerja bisa menjadi jelek apabila lingkungan kerjanya diabaikan. Oleh karena itu hendaknya diupayakan agar lingkungan kerja harus baik dan kondusif karena lingkungan kerja yang baik dan kondusif akan membuat pegawai merasa betah diruangan, merasa senang, bersemangat melaksanakan kegiatan atau tugasnya. Namun sebaliknaya jika lingkunagn kerjanya tidak baik maka pegawai merasa tidak betah berada diruangan kerjanya dan akan menimbulkan perasaan malas serta tidak bersemangat untuk melakukan tugas-tugas diruangannya. Menyadari akan peranan dan kedudukan manusia sangat penting didalam menentukan keberhasilan sebuah organisasi, maka tingkat semangat kerja pegawai yang tinggi sangat diperlukan oleh setiap organisasi dalam mencapai tujuannya.
            Suasana kenyamanan yang dirasakan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, baik kenyamanan yang timbul dari lingkungan internal maupun lingkungan eksternal, pada dasarnya dapat mendorong  gairah bekerja dan kinerja pegawai yang bersangkutan dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya, sehingga pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pegawai yang bersangkutan. Peningkatan produktivtas kerja pegawai tersebut sudah barang tentu akan mempermudah tercapainya tujuan organisasi, sehingga juga menggambarkan adanya peningkatan kinerja pegawai yang bersangkutan.
4. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Motivasi Kerja, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
            Hasil analisis menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, motivasi kerja dan lingkungan kerja memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik kecerdasan emosional, motivasi kerja, dan lingkungan kerja, maka kinerja pegawai akan semakin meningkat. Kemampuan pegawai untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi orang lain, misalnya kemampuan Self Awareness (Kesadaran diri); Self Regulation/Management (Mengelola diri sendiri); Self Motivation (Motivasi diri); Emphaty (Empati); dan Effective Relationship (Hubungan yang efektif), maka kemampuan kerja pegawai akan semakin meningkat dan hal ini tentunya kinerja yang dihasilkan pegawai juga akan semakin baik. Bukan hanya kecerdasan emosional saja, motivasi kerja juga dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Motivasi pegawai yang semakin tinggi, yaitu berupa dorongan diri pegawai untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan pekerjaan yang telah ditetapkan, misanya berupa Dorongan bekerja lebih baik; Persaingan yang sehat membuat belajar dan bekerja lebih baik; Dorongan membantu pekerjaan rekan-rekan; dan Berdiskusi sesama pegawai, maka hal ini juga dapat meningkatkan kinerja pegawai. Selain kedua faktor tersebut, yaitu kecerdasan emosional dan motivasi kerja, lingkungan kerja juga mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja. Lingkungan kerja dalam hal ini adalah segala sesuatu yang ada disekitar pegawai dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, misalnya berupa Kebersihan ruangan dan lingkungan kantor; Ketersediaan sarana dan prasarana kantor; Keamanan dalam bekerja; Suasana kerja yang kondusif (hubungan atasan dan bawahan); Interaksi yang harmonis antar pegawai. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka pegawai tentunya dapat bekerja dengan lebih baik dan hal ini akan berdampak terhadap peningkatan kinerja mereka.

G. Keterbatasan Penelitian
Mengingat upaya peningkatan kinerja pegawai di lingkungan instansi pemerintah melibatkan banyak faktor yang kompleks sifatnya, sehingga temuan hasil penelitian yang membuktikan adanya pengaruh faktor – faktor kecerdasan emosional, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja ini, pada dasarnya hanya merupakan salah satu aspek yang terbatas penerapannya.
Keterbatasan temuan hasil penelitian ini terlihat pada besaran koefisien determinasi (R-Square) yang hanya sebesar 0,634. Hal ini mengisyaratkan bahwa kontribusi yang disumbangkan faktor – faktor kecerdasan emosional, motivasi dan lingkungan kerja terhadap upaya peningkatan kinerja pegawai ini, hanya sebesar 63,40 %. Dengan demikian faktor – faktor lain di luar ketiga variabel bebas tersebut memiliki potensi yang lebih kecil (36,6%) dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai. Oleh karenanya diperlukan penelitian lebih lanjut dengan fokus permasalahan di bidang kepegawaian, sehingga hasil penelitiannya dapat memberikan implikasi yang efektif terhadap peningkatan kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang.


H.   Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang menggambarkan adanya keterkaitan yang signifikan antara variabel – variabel penelitian yang ada. Hal ini mengisyaratkan adanya implikasi hasil penelitian yang berupa perlunya kebijakan  di bidang peningkatan kinerja pegawai di institusi  pemerintahan terutama Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang.
Implikasi kebijakan yang dimaksud berupa penerapan strategi pembinaan kepegawaian yang menitikberatkan fokus permasalahan bahan kajiannya pada faktor – faktor kecerdasan emosional, motivasi dan lingkungan kerja pegawai. Melalui fokus bahan kajian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai secara signifikan pula.

PENUTUP
A.     Simpulan
           Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
a.       Variabel Kecerdasan Emosional (X1) memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini mengindikasikan semakin baik kecerdasan emosional, maka kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang akan semakin meningkat. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai signifikansi t variabel kecerdasan emosional lebih kecil 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya hipotesis yang menyatakan Kecerdasan Emosional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai“ terbukti kebenarannya.
b.     
118
 
Variabel Motivasi Kerja (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi motivasi kerja, maka kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang akan semakin meningkat. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai signifikansi t variabel motivasi kerja lebih kecil 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya hipotesis yang menyatakan ”Motivasi Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai“ terbukti kebenarannya.
c.       Variabel Lingkungan Kerja (X3) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja. Hal ini mengindikasikan semakin baik lingkungan kerja, maka kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang akan semakin meningkat. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai signifikansi t variabel lingkungan kerja lebih kecil 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya hipotesis yang menyatakan ”Lingkungan Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai terbukti kebenarannya.
d.      Hasil uji secara simultan menunjukkan variabel kecerdasan emosional (X1), motivasi kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3) memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang. Hasil signifikansi F diperoleh nilai lebih kecil dari 0,05 menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan ”Kecerdasan Emosional, Motivasi, dan Lingkungan Kerja, secara simultan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai” terbukti kebenarannya.
e.       Dari ketiga variabel yang dianalisis, yaitu kecerdasan emosional (X1), motivasi kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3), ternyata yang memberikan pengaruh yang besar atau kontribusi tertinggi terhadap kinerja adalah variabel Motivasi Kerja (X2), dengan nilai standardized coefficients beta sebesar 0,393, dan variabel yang memberikan pengaruh yang kecil atau kontribusi terkecil adalah lingkungan kerja (X3) dengan nilai standardized coefficients beta sebesar 0,229.
B.     Saran
           Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat diajukan saran penelitian sebagai berikut :
1.      Kecerdasan Emosional memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang. Upaya yang bisa dilakukan untuk menindaklanjuti hal tersebut adalah perlunya melakukan pembinaan maupun pelatihan kepada para pegawai. Apabila kegiatan tersebut dilakukan secara rutin, maka kecerdasan emosional pegawai akan menjadi lebih baik lagi.
2.      Motivasi Kerja di sini juga memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang. Upaya yang bisa dilakukan untuk menindaklanjuti hal tersebut pimpinan harus mampu menumbuhkan motivasi kerja kepada para pegawai. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan reward hasil kerja pegawai, menyapa pegawai, melakukan komunikasi dengan pegawai (baik formal maupun informal). Apabila hal tersebut dilakukan, pegawai merasa lebih dihargai oleh pimpinan.
3.      Variabel Lingkungan Kerja memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang. Upaya yang bisa dilakukan Dinas Dikpora Kabupaten Pemalang adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Selain itu, hubungan yang harmonis antara pimpinan dengan pegawai, maupun pegawai dengan pegawai harus selalu dijaga. Dengan harmonisnya kondisi lingkungan intern maupun ekstern, maka pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya akan memperoleh kenyamanan, sehingga hal ini berimplikasi pada peningkatan kinerja pegawai. 


 

DAFTAR PUSTAKA


4 komentar:

  1. Selamat pagi pak....bisakah saya mendapatkan kuesioner yang Bapak gunakan dalam penelitian ini, sebagai bahan pembuatan tesis saya. Terima kasih sebelumnya atas bantuan Bapak.

    BalasHapus
  2. malam pak, mungkinkah saya melihat kuesioner yang bapak gunakan? terima kasih

    BalasHapus
  3. Admin Boleh dikirim File .doc ke email saya muhammadzainularifin6@gmail.com

    InshaAllah nanti saya tidak lupa untuk berbalas budi

    BalasHapus

Silakan tinggalkan komentar Anda