BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Memasuki era perdagangan bebas
persaingan usaha diantara perusahaan semakin ketat. Kondisi demikian menuntut
perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan
atau dapat lebih berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu
strategi yang tepat agar perusahaan bisa mempertahankan eksistensinya dan
memperbaiki kinerjanya.
Sebagaimana sebuah organisme,
perusahaan akan mengalami berbagai kondisi yaitu pertumbuhan dan berkembangnya
secara dinamis, berada pada kondisi statis dan mengalami proses kemunduran atau
pengkerutan. Dalam rangka tumbuh dan berkembang ini perusahaan bisa melakukan
ekspansi bisnis dengan memilih salah satu diantara dua jalur alternatif yaitu
pertumbuhan dari dalam perusahaan, dan pertumbuhan dari luar perusahaan.
Pertumbuhan internal adalah ekspansi
yang dilakukan dengan membangun bisnis atau unit bisnis baru dari awal. Jalur
ini memerlukan berbagai tahap mulai dari riset pasar, desain produk, perekrutan
tenaga ahli, tes pasar, pengadaan dan pembangunan fasilitas produksi/operasi
sebelum perusahaan menjual produknya ke pasar. Sebaliknya pertumbuhan eksternal
dilakukan dengan membeli perusahaan yang sudah ada. Merger dan akuisisi adalah
strategi pertumbuhan eksternal dan merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar
baru produk baru tanpa harus membangun dari awal. Terdapat penghematan waktu
yang sangat signifikan antara pertumbuhan internal dan eksternal melalui merger
dan akuisisi. Dari waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai pertumbuhan
eksternal melalui merger dan akuisis dibanding pertumbuhan internal.
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan
hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Di Indonesia didorong oleh semakin
besarnya pasar modal, transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan.
Bentuk-bentuk penggabungan usaha antara lain melalui merger dan akuisis. Di
Indonesia praktek akuisisi umumnya dilakukan oleh satu grup (internal acquition) khusus pada
perusahaan yang go publik. Merger dan akuisis ini telah berkembang menjadi tren
beberapa perusahaan.
Alasan
perusahaan melakukan merger dan akuisisi adlaah untuk memperoleh sinergi, strategic opportunities, meningkatkan
efektifitas dan mengeksploitasi mis-pricing
di pasar modal. Pada umumnya tujuan dilakukannya merger dan akuisis adalah
mendapatkan sinergi dan nilai tambah. Keputusan untuk merger dan akuisisi bukan
sekedar menjadikan dua ditambah dua menjadi empat tetapi merger dan akuisis
harus menjadikan dua ditambah dua menjadi lima dan seterusnya.
Akuisisi
adalah suatu bentuk penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu
pengakuisisi (acquirer) memperoleh
kendali atas aktiva neto dan operasi perusayaan yang diakuisisi (acquiree) dengan memberikan aktiva
tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham.
Merger
adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu
perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya
menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Seperti
halnya kasus yang terjadi pada perusahaan Federal Mogul dan perusahaan Fel Pro.
Dimana perusahaan Federal
Mogul mengakuisisi perusahaan Fel Pro. Walaupun kedua perusahaan ini sama-sama
merupakan pabrik komponen mobil, kedua perusahaan tersebut sangat berbeda dalam
budaya perusahaan. Federal Mogul dengan 13.000 karyawan memiliki sejumlah
pekerja anggota serikat pekerja yang diwakili dalam United Auto Workers
(Serikat Pekerja Otomotif) dan United Steel Workers (Serikat Pekerja Baja).
Namun demikian, Fel Pro dengan 2.700 karyawannya, tidak memiliki satu pun
pekerja anggota serikat. Perbedaan dalam budaya perusahaan dan hubungan antar
karyawan menyebabkan masing-masing perusahaan secara signifikan juga memiliki
program tunjangan karyawan yang berbeda.
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah
perusahaan melakukan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan
penampilan finansial perubahan yang praktis membesar dan meningkat pada laporan
konsolidasi pasca akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami
perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang
melakukan merger dan akuisisi. Seperti diuraikan di atas perusahaan melakukan akuisisi perusahaan didasari
pada motiasi mencapai sinergi. Dimana manfaat ekstra atau sinergi ini tidak
bisa diperoleh seandainya perusahaan-perusahaan tersebut bekerja secara
terpisah, dan untuk ekspansi bisnis dimana nantinya diharapkan akan mampu
menaikkan nilai perusahaan terutama bagi perusahaan yang listed di Bursa Saham.
B.
Rumusan Masalah
Permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Mengapa mengevaluasi program tunjangan
menjadi bagian krusial beberapa perencanaan untuk merger dan akuisisi?
2. Apa yang dapat dilakukan untuk melebur
rencana tunjangan yang berbeda dalam cara-cara yang menyeimbangkan biaya
pengusaha dan pertimbangan moral karyawan?
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi Merger
Merger, akuisisi adalah hal yang sangat umum
dilakukan agar perusahaan dapat memenangkan persaingan, serta terus tumbuh dan
berkembang.
Merger merupakan salah satu pilihan terbaik untuk memperkuat fondasi bisnis, jika merger tersebut dapat memberikan sinergi. Definisi lain bahwa merger atau penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan dan melikuidasi Perusahaan-perusahaan lainnya.
Merger merupakan salah satu pilihan terbaik untuk memperkuat fondasi bisnis, jika merger tersebut dapat memberikan sinergi. Definisi lain bahwa merger atau penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan dan melikuidasi Perusahaan-perusahaan lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia memberikan pengertian atau definisi merger dengan
rumusan kalimat yang
hamper seragam. Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (UUPT)
menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai
pengganti terminologi “Merger”.
UUPT memberikan pengertian penggabungan
adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh
dua Perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri
dengan cara mendirikan
satu Perseroan baru
yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan
yang menggabungkan diri beralih Karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Pengertian penggabungan
tersebut kemudian secara khusus dalam disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun
1998 tanggal 24
Pebruari 1998 mengenai Penggabungan, Peleburan,
dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas, yang bunyi lengkapnya dikutip sebagai berikut:
“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang
telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”
B.
Dasar Hukum Merger
Setiap tindakan
yang dilakukan di
Negara hukum haruslah
mempunyai dasar hukumnya. Apalagi
tindakan hukum berupa
merger perusahaan yang
begitu penting kedudukannya dalam
bidang hukum perusahaan
tersebut. Secara yuridis,
yang merupakan dasar hukum bagi tindakan merger tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Dasar
Hukum Utama (UUPT dan PP);
2. Dasar
Hukum Kontraktual;
3. Dasar
Hukum Status Perusahaan (Pasar Modal, PMA, BUMN);
4. Dasar
Hukum Konsekuensi Merger;
5. Dasar
Hukum Pembidangan Usaha.
Yang menjadi dasar hukum utama bagi suatu merger
perusahaan adalah UUPT dan Peraturan
pelaksanaannya. UUPT tersebut
mengatur tentang merger,
akuisisi dan konsolidasi
mulai dari Pasal
26, 62, 122,
123, 126, 127,
128, 129, 132,
133 dan 152. Sebagaimana diketahui
bahwa UUPT menggunakan
istilah “Penggabungan” untuk merger, “Pengambilalihan” untuk
akuisisi, dan “Peleburan” untuk konsolidasi. Disamping UUPT, pada tanggal 24
Februari 1998 telah pula diterbitkan PP No. 27 Tahun 1998
yang mengejawantahkan ketentuan-ketentuan di
dalam Undang-Undang Nomor. 1
Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT
lama) Tentang Pereseroan (UUPT lama).
Syarat-syarat merger, akuisisi
dari perusahaan menurut PP no. 27, tersebut terdapat dalam Pasal 4 yang
berbunyi:
(1) penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan degan memperhatikan:
a. kepentingan
perseroan, pemegang saham
minoritas, dan karyawan perseroan yang bersangkutan;
b. kepentingan
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha;
(2) Penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan tidak
mengurangi hak pemegang saham
minoritas untuk menjual
sahamnya dengan harga
saham yang wajar;
(3) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap
keputusan rapat umum pemegang saham mengenai penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan hanya dapat menggunakan haknya agar saham yang dimiliknya dibeli dengan harga
yang wajar sesuai dengan ketentuan Pasal 62 UUPT.
(4) Pelaksanaan
hak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3)
tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan.
Selanjutnya dalam Pasal 6 dinyatakan:
(1) Penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan rapat
umum pemegang saham;
(2) Penggabungan
peleburan dan pengambilalihan dilakukan
berdasarkan keputusan rapat umum
pemegang saham yang
dihadiri oleh ¾
bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hal
suara yang sah
dan disetujui oleh
paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut;
(3) Bagi
Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak tercapai maka
syarat kehadiran dan
pengambil keputusan ditetapkan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Sedangkan
Menurut Pasal 26
UUPT perubahan anggaran
dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau
Pengambilalihan berlaku sejak:
1. persetujuan
Menteri
2. kemudian
yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri, atau
3. pemberitahuan perubahan
anggaran dasar diterima
Menteri, atau tanggal kemudian yang
ditetapkan dalam akta Penggabungan
atau akta Pengambilalihan menurut
UUPT, Direksi Perseroan yang berencana untuk menggabungkan diri dan meneriman Penggabungan
harus menyusun rancangan
penggabungan sesuai dengan Pasal 123 ayat (2) UUPT yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan
tempat kedudukan dari
setiap Perseroan yang
akan melakukan penggabungan;
b. alasan serta
penjelasan Direksi Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan
penggabungan;
c. tata cara
penilaian dan konversi
saham Perseroan yang
menggabungkan diri terhadap sahan
Perseroan yang menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan
anggaran dasar Perseroan
yang menerima penggabungan
apabila;
e. laporan keuangan ssebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (2) huruf (a) yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir
dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
f. rencana
kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g. neraca
proforma Perseroan yang
menerima Penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara
penyelesaian status, hak
dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara
penyelesaian hak dan
kewajiban Perseroan yang
akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. cara
penyelesaian hak pemegang
saham yang tidak
setuju terhadap Penggabungan
Perseroan;
k. nama
anggota Direksi dan
Dewan Komisaris serta
gaji, honorarium dan tunjangan
bagi anggota Direksi
dan Dewan Komisaris
Perseroan yang menerima
Penggabungan;
l. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan
hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama
setiap Perseroan yang
melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku
yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang
timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan.
C.
Motivasi Merger
Motivasi yang mendorong perusahaan
untuk melakukan merger, antara lain:
- Untuk mendapatkan kesempatan beroperasi dalam skala usaha yang hemat,
- Guna meningkatkan pangsa pasar,
- Menghilangkan tidak efisien melalui operasional dan pengendalian finansial yang lebih baik,
- Kesempatan menggabungkan sumber daya ataupun pasar yang dimiliki masing-masing Perusahaan. Selain itu masih terdapat beberapa faktor yang mendorong motivasi untuk merger, seperti: upaya diversifikasi, menurunkan biaya dana, dan menaikkan harga saham secara emosi (bootstrapping of earning per share) karena adanya pengumuman akan merger bagi perusahaan.
D.
Syarat Merger
Hazel J.Johnson (1995) menyatakan, prasyarat yang
harus dianalisis terlebih dahulu dari kedua Perusahaan yang akan melakukan
merger adalah:
1. Kondisi keuangan masing-masing Perusahaan, merger sesama perusahaan sehat
atau karena collapse
2. Kecukupan modal
3. Manajemen, baik sebelum atau
sesudah merger
4. Apakah merger dapat memberi manfaat bagi pengguna jasa Perusahaan
tersebut
Johnson lebih lanjut menyatakan setiap lembaga yang akan
melakukan merger, pada umumnya mempunyai beberapa isu penting yang relevan untuk
dianalisis sebelum merger dilakukan, antara lain:
1. Kapan waktu yang
tepat untuk melakukan merger?
2. Bagaimana
mengidentifikasi kecocokan pasangan (partner) untuk merger?
3. Bagaimana
mengkomunikasikan dengan baik atas rencana merger ini kepada seluruh pihak yang
berkepentingan agar niat merger mempunyai dampak yang positif di pasar?
4. Bagaimana melakukan cara, yang akan
dilakukan untuk konsolidasi diantara Perusahaan yang merger?
E. Dasar Pemikiran Dibalik Merger
1. Pertimbangan Pajak
Pertimbangan pajak telah mendorong pula terjadinya sejumlah merger.
Sebagai contoh, perusahaan yang menguntungkan dan berada di rentang pajak
tertinggi dapat mengakuisisi sebuah perusahaan yang memiliki akumulasi kerugian
pajak dalam jumlah besar. Kerugian secara pajak ini selanjutnya dapat langsung
diubah menjadi penghematan pajak daripada dibawa ke tahun berikutnya dan
digunakan di maa mendatang. Jika perusahaan mengalami kekurangan peluang
investasi internal jika dibandingkan dengan arus kas bebas yang tersedia, maka
perusahaan dapat (membayarkan dividen tambahan, (2) berinvestasi pada
sekuritas, (3) membeli kembali sahamnya, atau (4) membeli perusahaan lain.
2. Pembelian Aktiva di Bawah Biaya
Penggantinya
Terkadang perusahaan akan
dipandang sebagai kandidat akuisisi karena biaya penggantian aktivanya jauh
lebih tinggi daripada nilai pasarnya. Sebagai contoh, di awal tahun 1980-an,
perusahaan minyak dapat
membeli cadangan dengan harga lebih murah melalui pembelian perusahaan minyak
lainnya daripada melakukan pengeboran eksplorasi.
3.
Diversifikasi
Para manajer sering kali menyebutkan diversifikasi sebagai salah satu
alasan dari merger. Mereka berpendapat bahwa diversifikasi akan membantu
menstabilisasi keuntungan perusahaan dan akibatnya memberikan keuntungan bagi
para pemiliknya. Stabilisasi keuntungan sudah pasti merupakan hal yang
menguntungkan bagi para karyawan, pemasok dan pelanggan, namun dari sudut
pandang pemegang saham, stabilisasi merupakan nilai yang kurang pasti.
4.
Insentif Pribadi Manajer
Ekonom keuangan suka berpendapat bahwa keputusan bisnis hanya didasarkan
atas pertimbangan ekonomi saja, khususnya dalam hal memaksimalkan nilai sebuah
perusahaan. Namun, banyak keputusan bisnis sebetulnya lebih didasarkan pada
motivasi pribadi manajer daripada pada analisis ekonomi.
Petimbangan pribadi akan dapat menghalangi sekaligus juga dapat
memotivasi merger. Setelah sebagian besar pengambilalihan, sebagian manajer
dari perusahaan yang diakusisi kehilangan pekerjaan mereka, atau paling tidak
otonomi yang mereka miliki. Karenanya, para manajer yang memiliki kurang dari
51% saham perusahaan mereka mencoba mencarai cara yang akan memperkecil peluang
erjadinya pengambilalihan. Merger defensif seperti itu sangat sukar untuk
dipertahankan berdasarkan alasan ekonomi.
5.
Nilai Residu
Perusahaan dapat dinilai dari nilai bukunya, nilai ekonominya, maupun
nilai penggantinya. Baru-baru ini, para spesialis pengambilalihan perusahaan
telah mulai mengakui nilain residu sebagai salah satu basis lain untuk
melakukan valuasi.
F. Jenis
Merger
Terdapat empat jenis merger:
1.
Merger horisontal, terjadi ketika sebuah perusahaan
bergabung dengan perusahaan lain di dalam lini bisnis yang sama.
2.
Merger vertikal, berupa akuisisi sebuah perusahaan
dengan salah satu pemasok atau pelanggannya.
3.
Merger kongenerik akan melibatkan perusahaan-perusahaan
yang saling berhubungan tetapi bukan merupakan produsen dari sebuah produk yang
sama atau perusahaan yang memiliki hubungan pemasok-produsen.
4.
Merger konglomerat, terjadi ketika
perusahaan-perusahaan yang tidak saling berhubungan bergabung.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Evaluasi
Program Tunjangan dalam Merger dan Akuisisi
Aktivitas Merger dan Akuisisi semakin meningkat seiring dengan intensitasnya
perkembangan ekonomi yang makin mengglobal. Dalam konteks keilmuan Akuisis bisa
didekati dari dua perspektif yaitu dari disiplin keuangan perusahaan (corporate finance) dan dari manajemen
strategi (strategic management) dari
kedua sisis keuangan perusahaan, akuisisi adalah salah satu bentuk keputusan
investasi jangka panjang (penganggaran modal/capital budgeting) yang harus diinvestigasi dan dianalisis dari
aspek kelayakan bisnisnya. Sementara itu dari perspektif manajemen strategi
merger dan akuisis adalah salah satu alternatif strategi pertumbuhan melalui
jalur eksternal untuk mencapai tujuan perusahaan. Dilihat dari kedua perspektif
ini, maka tujuan akuisisi tidak lain adalah keunggulan kompetitif perusahaan
jangka panjang yang pada gilirannya dapat meningkatkan nilai perusahaan atau
memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham. Namun jika
strategi ini tidak mampu mewujudkan tujuan normatif tersebut, berarti merger
dan akuisisi akan menjadi counter
productive. Dengan kata lain merger dan akuisisi bukan berdampak positif
pada peningkatan kemakmuran pemilik perusahaan atau peningkatan nilai
perusahaan, tetapi yang terjadi justru membawa perusahaan ke tepi kehancuran.
Dengan demikian tujuan normatif ini dikorbankan justru oleh keputusan merger
dan akuisisi itu sendiri. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat masih
tingginya angka kegagalan merger dan akuisisi sehingga diperlukan rencana dan
langkah-langkah yang strategis dan matang agar terhindar dari kegagalan.
Pada prinsipnya terdapat dua motif yang
mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi
dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan
yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham. Termasuk motif ekonomi adalah motif untuk mencapai sinergi dan
motif untuk mencapai posisi strategi. Motif strategi dimaksudkan untuk
membangun keunggulan kompetitif jangka panjang perusahaan yang pada akhirnya
bermuara kepada peningkatan nilai perusahaan atau peningkatan kemakmuran
pemegang saham. Di sisi lain motif non ekonomi adalah motif yang bukan
didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada
keinginan subjektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan.
Hanya alasan yang bersifat ekonomis dan rasional yang bisa diterima sehingga
aktivitas merger dan akuisisi bisa dipertanggungjawabkan.
Seperti
kasus yang terjadi pada perusahaan Federal Mogul yang mengakuisisi Fel Pro. Kesenjangan/perbedaan
yang terjadi di dalam perusahaan, yaitu mengenai dalam pemberian tunjangan
maupun dalam bidang jumlah karyawannya. Hal ini tentunya menjadi problem dalam
melakukan kegiatan akuisisi maupun merger. Untuk mengatasi kondisi tersebut,
kedua perusahaan (Federal Mogul dan Fel Pro) harus mengambil kesepakatan untuk
memilih salah satu budaya dari perusahaan tersebut. Misalnya tetap menggunakan
budaya dari perusahaan Fel Pro maupun budaya perusahaan Federal Mogul. Dalam
satu sisi pemilihan budaya dari salah satu perusahaan ini tentunya akan
menjadikan ketidakpuasan pada karyawan di perusahaan lain. Misalnya dalam
merger budaya yang akan digunakan adalah budaya dari Federal Mogul, tentunya
karyawan Fel Pro tidak akan menerima begitu saja, karena selama ini mereka
memperoleh keistimewaan dari perusahaan (Fel Pro) yaitu dengan menerima
berbagai tunjangan. Namun apabila dalam merger ini menggunakan budaya dari
perusahaan Federal Mogul, maka karyawan Fel Pro lambat laun akan kehilangan
fasilitas yang selalu diterimanya (tunjangan-tunjangan dari perusahaan).
Oleh
karena itu, sebelum melakukan merger dan akuisisi kedua perusahaan ini, harus
berkoordinasi dengan perwakilan karyawan dari masing-masing perusahaan tentang
langkah atau kebijakan yang akan diambil perusahaan nantinya setelah merger dan
akuisisi.
B. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
melebur rencana tunjangan dalam kegiatan Merger dan Akuisisi
Dengan melakukan sinergi,
perusahaan yang melakukan merger berharap bisa meningkatkan pendapatannya dan
menghemat berbagai biaya secara bersamaan. Secara lebih rinci,
keuntungan merger itu bisa berasal dari beberapa hal.
Yang pertama adalah
pengurangan tenaga kerja. Bukan hal yang aneh jika merger diikuti oleh
pengurangan karyawan. Misalnya, jika perusahaan melakukan merger, akan ada
pengurangan karyawan di bagian keuangan, pemasaran, dan bagian-bagian lainnya.
Belum lagi, pengurangan tenaga kerja itu kadang-kadang merembet sampai bos-bos
yang bergaji besar.
Kedua, dari pencapaian tingkat
skala ekonomi (economies of scale).
Contohnya, semakin besar suatu perusahaan, ia akan memiliki daya beli yang
makin besar pula. Akibatnya, ketika membeli bahan baku atau perlengkapan,
misalnya, jumlah pembeliannya jauh lebih besar. Ujungnya, ia memiliki peluang
yang lebih besar untuk memperoleh harga pembelian yang murah dari pemasok.
Ketiga, dari penguasaan
teknologi baru. Merger juga mencakup sinergi penguasaan teknologi dari
perusahaan-perusahaan yang melakukan merger. Karenanya, proses ini juga
mempercepat penguasaan teknologi perusahaan. Terutama, jika teknologi salah
satu perusahaan yang melakukan merger jauh lebih canggih dibandingkan dengan
perusahaan yang lainnya.
Keempat, sinergi juga bisa
meningkatkan jangkauan pasar perusahaan. Dengan bergabung dengan perusahaan
lain, suatu perusahaan bisa memperoleh pasar baru secara lebih cepat
dibandingkan jika mengembangkan sendiri. Ujungnya, pendapatan dan laba
perusahaan juga akan meningkat. Harap dicatat pula, merger juga meningkatkan
jangkauan pemasaran dan distribusi perusahaan.
Kelima, dari peluang
memperoleh pembiayaan yang lebih besar. Perusahaan yang besar biasanya lebih
mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Selain
itu, nilai pinjamannya juga menjadi jauh lebih besar. Dengan dana yang lebih
besar ini, ia juga memiliki "bahan bakar" yang lebih banyak untuk
ekspansi. Sehingga hal ini menjadikan perusahaan bisa tumbuh lebih cepat.
Tapi, sinergi ini tidak mudah
dilakukan. Sinergi ini juga tak langsung tercapai ketiga dua perusahaan
melakukan merger. Bahkan, kadang-kadang merger juga justru membawa dampak
buruk. Jadi, satu ditambah satu ternyata malah kurang dari dua.
Berdasarkan struktur
bisnisnya, jenis merger bisa sangat banyak. Sebut saja, merger horizontal,
merger vertikal, konglomerasi, dan masih banyak lagi. Merger horizontal adalah
merger yang melibatkan dua perusahaan yang sebelumnya saling berkompetisi langsung.
Tak hanya menjual jenis produk yang sama, mereka juga beroperasi di pasar yang
sama. Adapun merger vertikal dilakukan oleh dua perusahaan yang sebelumnya
telah memiliki hubungan produsen dan konsumen. Misalnya, sebelumnya yang satu
menjadi pemasok bagi perusahaan lainnya. Merger antara produsen ban dan
produsen motor adalah contohnya. Ada pula merger perluasan pasar (market-extension merger). Ini terjadi
ketika merger itu melibatkan dua perusahaan yang selama ini memproduksi produk
yang sama tapi beroperasi di pasar yang berbeda. Selanjutnya, ada merger untuk
perluasan produk (produk-extension merger).
Perbedaan antara merger dan
akuisisi sejatinya sangat tipis. Bahkan, di zaman sekarang ini, bisa jadi
keduanya hanya berbeda nama saja. Merger dan akuisisi ingin mencapai tujuan yang sama, yakni sinergi. Melalui
sinergi, perusahaan-perusahaan berharap bisa meningkatkan nilai, mengembangkan
pasar, menghemat biaya, dan seterusnya. Ujung-ujungnya mereka berharap bisa
meningkatkan laba.
Sesuai dengan namanya, dalam
merger ini, salah satu perusahaan membeli perusahaan lainnya. Perusahaan sering
memiliki pola merger ini karena mereka bisa memperoleh manfaat pajak. Pihak
yang menjadi pembeli dalam proses merger itu bisa membukukan harga pembelian
pada harga pasar. Nah, selisih antara harga pasar ini dengan nilai bukunya bisa
disusutkan (depresiasi) setiap tahun. Ujungnya, akumulasi biaya penyusutan
seperti ini tentu akan mengurangi beban pajak. Selain itu, ada pula yang
disebut sebagai merger konsolidasi. Ini terjadi ketika dua perusahaan dibeli
dan digabungkan ke dalam satu perusahaan yang baru.
Setelah mencermati semua
penjelasan itu, kita dapat melihat bahwa perbedaan merger dan akuisisi sangat
tipis. Bahkan, di zaman
sekarang, merger dan akuisisi hanya berbeda namanya saja. Seperti halnya
merger, akuisisi perusahaan juga bertujuan mencari tingkat skala ekonomi,
efisiensi, dan memperluas pasar. Tapi, tidak seperti merger, dalam akuisisi
selalu ada satu perusahaan yang membeli perusahaan lainnya. Proses akuisisi
sendiri bisa berlangsung secara damai, tapi juga terjadi secara paksa
(hostile).
Di dalam akuisisi, perusahaan
juga bisa membeli perusahaan lainnya dengan uang tunai, saham, atau kombinasi
keduanya. Kemungkinan
lainnya, salah satu perusahaan membeli seluruh aset perusahaan lain. Akibatnya,
perusahaan sasaran pembelian itu akan menjadi kosong tanpa aset dan kemudian
tutup atau berganti bisnis.
Pola lain akuisisi adalah
reverse merger. Ini terjadi ketika satu perusahaan tertutup ingin mencatatkan
sahamnya di bursa saham secara cepat dengan membeli perusahaan lain yang telah
tercatat di bursa. Transaksi ini sering juga disebut sebagai back door listing.
Setelah transaksi ini,
perusahaan tertutup itu menjadi perusahaan publik, dan sahamnya diperdagangkan
di bursa. Kesimpulannya, pola merger atau akuisisi bisa berbeda-beda. Tapi,
umumnya mereka memiliki tujuan yang serupa.Mereka ingin menciptakan sinergi. Mereka ingin mewujudkan keyakinan mereka
bahwa penggabungan dua perusahaan jauh lebih bernilai dibandingkan jika mereka beroperasi
sendiri-sendiri.
Sebagai pemegang saham
perusahaan, investor saham harus lebih peduli terhadap aksi merger atau
akuisisi yang dilakukan emiten saham. Maklum, langkah merger atau akuisisi bisa
sangat mempengaruhi keuntungan investor di masa mendatang. Misalnya, jika biaya
akuisisi itu terlalu mahal, peluang keuntungan dividen investor akan berkurang.
Setali tiga uang, harga saham perusahaan itu juga bisa melemah.
Baik merger maupun akuisisi
sendiri sering melibatkan pembelian satu perusahaan atas perusahaan lain. Dalam
kasus ini, tentu saja investor yang menjadi pemegang saham harus mengukur
apakah pembelian itu akan menguntungkan bagi dirinya. Untuk itu, investor juga
harus mengukur apakah harga pembelian itu cukup wajar jika dibandingkan dengan
prospek perusahaan yang dibeli. Masalahnya, pihak penjual dan pembeli dalam
merger dan akuisisi bisanya memiliki pendapat yang berbeda tentang nilai
perusahaan. Penjual tentu akan cenderung memasang harga yang setinggi mungkin,
sementara pembeli berusaha memperoleh harga semurah mungkin.
Ada banyak cara untuk mengukur
apakah suatu pembelian perusahaan layak atau tidak. Salah satunya adalah dengan
membandingkan dengan harga perusahaan sejenis di dalam industri. Untuk itu,
perusahaan yang akan menjadi pembeli biasanya menerapkan beberapa metode untuk
mengukur nilai perusahaan yang menjadi targetnya.
Salah satunya, mereka biasa
menggunakan perbandingan rasio. Salah satu rasio yang dipakai adalah rasio
harga saham terhadap laba per saham atau price-earning
ratio (P/E). Dengan rasio
ini, biasanya, perusahaan menawarkan harga pembelian yang bisa mencapai
beberapa kali lipat laba per sahamnya. Untuk memperoleh harga yang wajar, calon
pembeli itu bisa membandingkan dengan P/E perusahaan lain yang sejenis.
Investor juga bisa menggunakan
rasio P/E itu untuk mengukur apakah akuisisi yang dilakukan oleh suatu
perusahaan terlalu mahal, wajar, atau terlalu murah. Jika terlalu mahal,
akuisisi itu kemungkinan besar merugikan investor.
Seorang pemilik perusahaan
tidak akan menjual perusahaannya jika ia tidak memperoleh keuntungan lebih
dibandingkan jika ia tidak menjual perusahaannya. Karenanya, meski menggunakan
berbagai rumus untuk menilai harga wajar perusahaan, perusahaan yang akan
melakukan akuisisi cenderung membeli perusahaan lain dengan harga premium.
Salah satu alasannya: pembelian itu akan menciptakan sinergi.
Misalnya, secara sederhana,
nilai perusahaan adalah total nilai aset dan biaya karyawan. Nah, perusahaan
yang akan melakukan akuisisi tinggal menawarkan harga pembelian yang setara
dengan total nilai aset-aset itu. Sebab, jika perusahaan tidak mau menerima
tawaran itu, ia dengan gampang bisa membuat perusahaan sendiri dengan modal
harga yang ditawarkannya.
Sebenarnya, bukan hal yang
aneh jika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain dengan harga di atas
harga pasar (premium). Maklum,
perusahaan itu biasanya melihat potensi perusahaan targetnya di masa mendatang.
Selain itu, ia juga memasukkan faktor manfaat sinergi di antara dua perusahaan
itu ke dalam harga pembeliannya.
Namun, tetap saja, investor
tak boleh tutup mata dengan harga akuisisi yang disepakati oleh kedua
perusahaan. Memang tidak gampang bagi investor untuk mengukur apakah suatu
harga akuisisi cukup wajar. Pada akhirnya, manajemen perusahaan-lah yang harus
membuktikan bahwa harga yang mereka bayarkan cukup layak. Tapi, investor bisa
mempergunakan beberapa kriteria dan hal-hal sederhana untuk mengukur apakah
suatu akuisisi plus merger akan berhasil. Kedua, perusahaan yang membayar
akuisisi menggunakan dana kas biasanya akan lebih berhati-hati dalam menghitung
harga akuisisi. Sebaliknya, perusahaan yang membayar dengan saham cenderung
kurang berhati-hati.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
analisis yang dilakukan, dapat diambil simpulan sebagai berikut:
Terdapat dua motif yang
mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi
dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan
yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham. Termasuk motif ekonomi adalah motif untuk mencapai sinergi dan
motif untuk mencapai posisi strategi. Motif strategi dimaksudkan untuk
membangun keunggulan kompetitif jangka panjang perusahaan yang pada akhirnya
bermuara kepada peningkatan nilai perusahaan atau peningkatan kemakmuran
pemegang saham. Di sisi lain motif non ekonomi adalah motif yang bukan
didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada
keinginan subjektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan.
Hanya alasan yang bersifat ekonomis dan rasional yang bisa diterima sehingga
aktivitas merger dan akuisisi bisa dipertanggungjawabkan
Dalam melakukan merger dan
akuisisi banyak kendala yang harus diatasi oleh perusahaan, yaitu modal, tenaga
kerja, maupun budaya perusahaan. Untuk menyatukan kedua perusahaan dengan
budaya yang berbeda, tentunya sangat sulit dan ini harus dipilih salah satu
budaya mana yang sekiranya cocok untuk tetap dipergunakan dalam melaksanakan
merger dan akuisisi. Sebelum melakukan merger dan akuisisi kedua perusahaan
ini, harus berkoordinasi dengan perwakilan karyawan dari masing-masing
perusahaan tentang langkah atau kebijakan yang akan diambil perusahaan nantinya
setelah merger dan akuisisi. Karena budaya perusahaan merupakan hal yang sangat
sulit untuk dirubah, sehingga dalam melakukan perubahan ini perlu diakukan
secara bertahap.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh perusahaan yang melakukan merger dan
akuisisi :
- Pengurangan tenaga kerja
- Dari pencapaian tingkat skala ekonomi
- Dari penguasaan teknologi baru
- Sinergi juga bisa meningkatkan jangkauan pasar perusahaan
- Dari peuang memperoleh pembiayaan yang lebih besar
B.
Saran
1. Sebelum melakukan merger dan akuisisi,
kedua perusahaan harus memperhatikan budaya yang ada di perusahaan
masing-masing. Karena dengan
budaya yang berbeda akan menimbulkan permasalahan baru bagi perusahaan
2. Selain itu merger dan akuisisi hendaknya
dilakukan pada perusahaan yang memiliki bidang yang sama, karena dengan bidang usaha
yang sama tersebut kegiatan merger dan akuisisi kemungkinan dapat berjalan
seperti yang diharapkan kedua perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perikatan, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.
Chandra Prasana,
Financial Management, Theory
an Practice, Tata
Mc Graw-Hill Publishing Company
Limited, New Delhi, 2001.
Chatamarrasjid,
Menyikapi Tabir Perseroan, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000.
Cornelius
Simanjuntak, Hukum Merger Perseroan Terbatas, Teori dan Praktek, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Munir
Fuady, Hukum Tentang Merger, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
Peraturan Pemerintah
No. 28 Tahun
1999 tentang Merger,
Konsolidasi, dan Akuisisi Bank.
Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun
1998 tanggal 24
Pebruari 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar Anda