Untuk melihat cara pengujiannya, sedot aja file latihan yang saya sertakan berikut.
Sabtu, 21 April 2012
UJI ASUMSI KLASIK
By UcihaItachi15.34asumsi klasik, autokorelasi, heterokedastisitas, homogenitas, multikolinearitas, normalitasNo comments
Bagi
rekan2 yang sedang melakukan penyusunan karya ilmiah (skripsi, tesis,
ataupun metodologi penelitian) dan mengalami kesulitan untuk melakukan
uji asumsi klasik mungkin artikel ini bisa membantu kesulitan rekan2.
Berbicara mengenai asumsi klasik, sebenernya apa sih yang disebut asumsi
klasik itu? intinya asumsi klasik digunakan sebagai syarat sebelum kita
melakukan uji hipotesis atau biasanya digunakan sebagai syarat dalam
uji regresi. Artinya sebelum kita melakukan uji regresi, data yang kita
analisis nantinya diharapkan terbebas atau memenuhi asumsi klasik, yang
meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas,
dll.
Untuk melihat cara pengujiannya, sedot aja file latihan yang saya sertakan berikut.
KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, DAN PERENCANAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TERHADAP PROFESIONALISME GURU
By UcihaItachi15.07belajar mengajar, kepla sekolah, perencanaan, profesionalisme guru, supervisiNo comments
S A R I
Hasil pengujian dengan bantuan
SPSS menunjukkan variabel supervisi kepala sekolah memberikan pengaruh positif
terhadap profesionalisme guru. Hasil uji hipotesis dengan tingkat signifikansi
t lebih rendah dari 0,05, menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima. Variabel perencanaan kegiatan belajar mengajar
memberikan pengaruh positif terhadap profesionalisme guru. Hasil uji hipotesis
dengan tingkat signifikansi t lebih rendah dari 0,05, menunjukkan Ho ditolak
dan Ha diterima. Variabel
supervisi kepala sekolah, dan perencanaan kegiatan belajar mengajar secara
simultan memberikan pengaruh positif terhadap profesionalisme guru. Hasil uji
hipotesis menunjukkan nilai signifikansi F lebih rendah dari 0,05. Hal ini
mengindikasikan Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil uji koefisien determinasi
menunjukkan bahwa 56,5% profesionalisme guru dapat dijelaskan oleh variasi
supervisi kepala sekolah, dan perencanaan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan
sisanya yaitu 43,5% profesionalisme guru dijeaskan oleh variabel lain yang
tidak diteliti.
Kata Kunci : Supervisi, Kegiatan Belajar Mengajar, dan Profesionalisme
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Sebagai
tenaga profesional, guru memegang peranan dan tanggung jawab yang penting dalam
pelaksanaan program pembelajaran di sekolah. Selain itu, guru juga memiliki
tanggung jawab atas ketercapaian tujuan pembelajaran di sekolah. Berkaitan
dengan profesionalisme guru, pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kompetensi guru meliputi : (1) kompetensi
paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4)
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Berkaitan
dengan kompetensi, Hamalik (2008: 34) mengkategorikan kompetensi keguruan
menjadi tiga, yaitu : (1) kompetensi profesional, (2) kepribadian, dan (3)
kemasyarakatan. Sementara itu, Rebore
(1991) membagi kompetensi guru menjadi tiga, yaitu (1) teaching performance, (2) profesional
quality, dan (3) personal quality.
Keberadaan
guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya
sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru
profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terrealisasi secara merata dalam
seluruh pendidikan yang ada di Indonesia. Melalui kegiatan supervisi yang
dilakukan kepala sekolah secara sistematis, terprogram, dan berkelanjutan
diharapkan berbagai kesulitan guru ketika proses pembelajaran akan dapat
diatasi, dan pada akhirnya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Dalam
situasi demikian, maka pengawasan terhadap sekolah pasti berbeda model dan
pendekatannya. Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada empat macam peran seorang
pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,
consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu
mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan
dengan sekolah dan para guru.
Selain
faktor supervisi kepala sekolah, faktor lain yang kemungkinan dapat
mempengaruhi profesionalisme guru adalah perencanaan kegiatan belajar mengajar.
Dengan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang baik, mengindikasikan guru
juga memiliki profesionalisme yang baik pula. Oleh karena itu, dalam
meningkatkan profesionalisme guru proses perencanaan kegiatan belajar mengajar
memiliki peran yang penting.
2.
Rumusan Masalah
Permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
a. Seberapa besar pengaruh supervisi kepala
sekolah terhadap profesionalisme guru SMP
Negeri di Kabupaten Pemalang?
b. Seberapa besar pengaruh perencanaan
kegiatan belajar mengajar terhadap profesionalisme guru SMP Negeri di Kabupaten
Pemalang?
c. Seberapa besar pengaruh supervisi kepala
sekolah dan perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap profesionalisme
guru SMP Negeri di Kabupaten Pemalang?
3.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya
pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap profesionalisme guru SMP Negeri di
Kabupaten Pemalang
b. Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa
besar pengaruh perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap profesionalisme
guru SMP Negeri di Kabupaten Pemalang
c. Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa
besar pengaruh supervisi kepala sekolah dan perencanaan kegiatan belajar
mengajar terhadap profesionalisme guru
SMP Negeri di Kabupaten Pemalang
B.
LANDASAN TEORI
1.
Profesionalisme Guru
Profesionalisme
berasal dari bahasa Inggris Professionalism
yang secara leksikal berarti sifat profesional (Saudagar & Ali Idrus, 2009:
96). Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan
profesinya itu.
Menurut
Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan
berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan
intelektualitas (Kunandar, 2006: 3). Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus
Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang
dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki
dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yng berorientasi pada
pelayanan yang ahli. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu
pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada
landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli (Namsa, 2005: 29).
Berdasarkan definisi di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian
yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu
yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah
keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan
pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan
yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan
pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan
efisien serta berhasil guna (Kunandar, 2007: 46).
Guru yang profesional adalah orang
yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di
bidangnya (Kunandar, 2007: 46-47) Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa
guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru
dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah
berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar (Hamalik, 2006: 27).
Namsa (2006: 23) mengemukakan pula
bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:
a. Menguasai bahan meliputi:
1) Menguasai bahan bidang
studi dalam kurikulum sekolah;
2) Menguasai bahn
pengayaan/penunjang bidang studi;
b.
Mengelola program belajar mengajar, meliputi :
1) Merumuskan tujuan
intsruksional;
2) Mengenal dan dapat
menggunakan prosedur instruksional yang tepat;
3) Melaksanakan program belajar mengajar;
4) Mengenal kemampuan anak didik;
c. Mengelola kelas, meliputi:
1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran;
2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi;
d. Menggunakan media atau sumber,
meliputi:
1) Mengenal, memilih dan menggunakan media;
2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana;
3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar
mengajar;
4) Menggunakan micro teaching untuk unit
program pengenalan lapangan;
e. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
f. Mengelola interaksi-interaksi belajar
mengajar.
g. Menilai prestasi siswa untuk
kepentingan pelajaran.
h. Mengenal fungsi layanan dan program
bimbingan dan penyuluhan:
a. Mengenal fungsi dan layanan program
bimbingan dan penyuluhan;
b. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan
penyuluhan;
i. Mengenal dan menyelengarakan administrasi
sekolah;
j. Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran (Namsa, 2006: 37-38)
Ciri-ciri
guru dinyatakan profesional dalam Supriadi (1998: 32) adalah sebagai berikut :
1. Guru memiliki komitmen pada siswa dan
proses belajarnya. Ini berarti bahwa
komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa.
2. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata
pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru,
hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil
belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai dari pengamatan dalam
perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
4. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa
yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya ia harus belajar
menyeduakan waktu untuk mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah
dilakukannya.
5. Guru seyogyakan merupakan bagian dari
masyarakat belajar dalam lingkungan organisasi profesinya
2.
Supervisi Kepala Sekolah
Istilah
supervisi berasal dari bahasa latin “supervideo”,
yang artinya mengawasi (oversee),
atau menilai kinerja bawahan (Wahyudi, 2009: 97). Menurut Mulyasa (2003: 73), dalam Wahyudi (2009:97)
menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan supervisi sering digunakan secara
bergantian dengan istilah pengawasan, pemeriksaan, dan inspirasi.
Purwanto (2002: 76) menyatakan bahwa
supervisi merupakan suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu
para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara
efektif. Pendapat lain mengenai deskripsi supervisi menurut Harahap (1994: 26)
kegiatan yang dilakukan terhadap orang yang menimbulkan atau yang potensial,
menimbulkan komunikasi dua arah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dikembangkan pada diri setiap guru oleh kepala sekolah sebagai supervisor
adalah (Pidarta, 2009: 18): 1) kepribadian guru; 2) peningkatan profesi secara
kontinu; 3) proses pembelajaran; 4) penguasaan materi pelajaran; 5) keragaman
kemampuan guru; 6) keragaman daerah; dan 7) kemampuan guru dalam bekerja sama
dengan masyarakat.
3.
Kegiatan Belajar Mengajar
Menurut
Sudjana (1999: 47) berpendapat bahwa ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan
guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Pertama adalah tahap mengajar (merencanakan
rencana belajar), kedua adalah menggunakan atau pendekatan mengajar (alat
peraga) dan tahap ketiga prinsip mengajar (persiapan mental). Mempersiapkan
diri sebelum mengajar menurut tiga aspek tersebut akan membuat pengajar siap
serta penuh percaya diri untuk memasuki ruangan kelas, karena pengajar tersebut
telah mengetahui cara yang akan digunakan untuk menjelaskan bahan pelajaran.
Menurut
Ursilah (2008: 87) dalam penelitiannya bahwa kesiapan mengajar adalah Strategi
mengajar yang merupakan tindakan guru melaksanakan rencana mengajar. Artinya,
usaha guru dalam menggunakan beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan metode
dan alat serta evaluasi agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Berdasarkan
pengertian kesiapan dan mengajar diatas, dapat dikemukakan bahwa kesiapan
mengajar adalah suatu titik kematangan atau keadaan yang diperlukan untuk
melakukan sesuatu kegiatan mengorganisasi lingkungan dengan baik yang
menetapkan guru sebagai fasilitator untuk membantu siswa agar dapat belajar dan
kegiatan tersebut terikat oleh suatu tujuan tertentu.
Salah
satu kemampuan dasar yang harus dimiliki guru adalah kemampuan dalam
merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar (Hamalik, 2005: 27).
Kemampuan ini dalam melakasanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar.
Belajar dan mengajar terjadi pada saat berlangsungnya interaksi antara guru
dengan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Sebagai proses, belajar dan
mengajar memerlukan perencanaan yang seksama, yakni mengkoordinaksikan
unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar-mengajar, metode dan
alat bantu mengajar serta penilaian evaluasi. Pada tahap berikutnya adalah tindakan atau praktik
mengajar.
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Glasser; dalam Sudjana (1999: 32) yakni; a)
menguasai bahan belajar, b) kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa, c)
kemampuan melaksanakan proses pengajaran dan d) kemampuan mengukur hasil
belajar siswa.
4.
Kerangka Pikir
Supervisi
yang baik perlu dilakukan untuk membuat guru lebih profesional. Perencanaan
kegiatan belajar mengajar serta harus diterapkan agar guru mampu mengajar
secara profesional. Selanjutnya Kedisiplinan yang baik juga bisa menciptakan
profesionalisme. Untuk itu, Supervisi yang baik, perencanaan belaar mengakar
yang baik serta budaya disiplin yang memadai diharapkan mampu membuat
profesionalsime guru semakn baik.
Sebagai
manajer dan supervisor. Sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi
yang tepat untuk untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama,
memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya,
dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan
yang menunjang program sekolah. Peran kepala sekolah sebagai supervisor harus
diwujudkan dalam kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi
pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi
pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kunjungan kelas,
pengembangan program supervisi perpustakaan, laboratorium, dan ujian.
Kemampuan
melaksanakan program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pelaksanaan
program supervisi klinis, supervisi nonklinis, dan program supervisi kegiatan
ekstra kurukuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi
pendidikan harus diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan pengembangan sekolah. Pelaksanaan
supervisi yang dilakukan kepala sekolah secara terprogram dan sistematis dimungkinkan
akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa, dalam hal ini prestasi
belajar mata pelajaran ekonomi.
Melalui
sebuah perencanaan pembelajaran seorang guru dapat memperkirakan hal apa yang
akan dilakukan saat melaksanakan pembelajaran. Hal-hal yang dapat diperoleh
dari perencanaan pembelajaran diantaranya adalah : a. Tujuan pembelajaran akan
lebih mudah tercapai; b. Penyampian materi akan lebih mudah dan berurutan; c.
Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien; d. Pengukuran akan hasil
pembelajaran akan lebih jelas dan mudah.
Dari
beberapa keuntungan dari pembuatan perencanaan pembelajaran tersebut menunjukan
bahwa perencanaan menjadi faktor utama dalam keberhasilan pembelajaran yang
baik (Harioyono, 2007). Perencanaan yang dapat mengantarkan ke proses
pembelajaran ke tujuan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang memenuhi
aspek-aspek tertentu. Aspek aspek tersebut adalah perencanaan pengelolaan
pembelajaran, bahan pelajaran, pengelolaan kelas, alat/media pembelajaran, dan penilaian.
Guru
yang membuat perencanaan dengan benar sesuai dengan kajian teori yang telah
dikemukakan, maka akan semakan mudah pula guru tersebut untuk pencapai proses
pembelajaran yang berkualitas. Dapat di simpulkan bahwa semakin rinci
perencanaan yang dibuat oleh guru maka akan semakin jelas pula untuk mencapai
tujuan pembelajaran atau guru yang memiliki perencanaan yang baik akan memiliki
kesiapan akan mengajar yang baik pula.
Seorang
guru yang memiliki perencanaan yang baik akan memiliki pula kesiapan yang lebih
tinggi dan pelaksanaan pembelajaran akan lebih baik pula. Hal itu akan terjadi
apabila seoarang guru tersebut melaksanakan proses pembuatan perencanaan
sendiri. Maksud dari pembuatan perencanaan sendiri dalam artian guru tersebut
tidak menggunakan perencanaan milik guru lain ataupun sekolah lain sehingga
dengan perencanaan yang dibuat khusus akan sesuai dengan kerakteristik siswa
yang akan diampunya.
Dengan
adanya permasalahan akan kemauan guru untuk membuat perencanaan maka perlu di
cocokan antara perencanaan guna menentukan apakan guru tersebut benar-benar
membuat perencanaannya sendiri. Guru yang perencanaan dan pelaksanaan sesuai
maka sudah pasti proses pembelajaran sesuai tujuan dan dapat di simpulkan bahwa
perencanaan tersebut di buat oleh guru itu sendiri. Menurut Ursilah (2008)
dalam penelitiannya menumukan bahwa perencanaan guru berdasarkan KTSP sudah
dalam ketegori baik. Perencanaan yang sudah baik akan membawa hasil belajar
yang baik bila pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan perencanaan tersebut.
Kerangka
berpikir di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 Kerangka Penelitian
5.
Hipotesis
a. Diduga
ada pengaruh positif antara supervisi
kepala sekolah terhadap profesionalisme guru
SMP Negeri di Kabupaten Pemalang
b. Diduga ada pengaruh positif perencanaan kegiatan
belajar mengajar terhadap profesionalisme guru SMP Negeri di Kabupaten Pemalang
c.
Diduga
secara simultan ada pengaruh
positif supervisi kepala sekolah dan perencanaan kegiatan belajar mengajar
terhadap profesionalisme guru SMP Negeri
di Kabupaten Pemalang
C.
METODE PENELITIAN
1.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
a. Variabel
Penelitian
|
Variabel
bebas dalam penelitian ini meliputi: (1) supervisi kepala sekolah; (2) Perencanaan
kegiatan belajar mengajar. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini
adalah profesionalisme guru.
b. Definisi
Operasional Variabel
Definisi
operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini dibatasi sebagai
berikut :
1) Supervisi
Kepala Sekolah (X1)
Supervisi kepala sekolah merupakan segala bentuk bantuan yang diberikan oleh
kepala sekolah dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru dalam menjalankan
tugas.
2) Perencanaan kegiatan mengajar (X2)
Perencanaan kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan dalam rangka mengatur,
merencanakan, dan menentukan sumber dan bahan pembelajaran sehingga memudahkan
peserta didik dalam memahami materi sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3) Profesionalisme Guru (Y)
Profesionalisme guru merupakan keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang
pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata
pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan.
2.
Populasi dan Sampel
Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah SMP Negeri 1 Petarukan, SMP Negeri di
Kabupaten Pemalang, yang terdiri dari SMP Negeri 1 Pemalang, SMP Negeri 1
Petarukan, SMP Negeri 2 Comal, SMP Negeri 2 Bantarbolang, SMP Negeri 2 Taman,
yang semuanya berjumlah 197 guru.
Dengan
menggunakan probability sampling
yaitu teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun metode
pengambilan sampel dengan teknik ini adalah menggunakan simple random sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam suatu populasi (Sugiyono, 2008:
218), maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 96 guru.
3.
Teknik Analisis Data
a.
Uji Validitas dan Reliabilitas
1)
Uji Validitas
Uji validitas variabel supervisi
kepala sekolah, yang diukur dengan menggunakan 40 item pertanyaan, ternyata ada
item pertanyaan yang tidak valid yaitu item no. 4,9,18,29,31,34, dan 39. Untuk
variabel perencanaan kegiatan belajar mengajar yang diukur dengan 21 item
pertanyaan ternyata ada 1 item pertanyaan yang tidak valid, yaitu item no 11.
Untuk variabel profesionalisme guru yang diukur dengan 40 item pertanyaan ada
item pertanyaan yang tidak valid, yaitu item no 3,8,14,22,dan 32. Item
pertanyaan yang tidak valid tersebut karena memiliki nilai r hitung yang lebih
rendah dari r tabel (0,361). Dari hasil validitas tersebut, dimana ada item
pertanyaan yang tidak valid. Dalam penelitian berikutnya item-item pertanyaan
yang tidak valid dihilangkan dari daftar kuesioner, sehingga dalam kuesioner
berikutnya menjadi 88 item pertanyaan.
2)
Uji Reliabilitas
Hasil uji
reliabilitas dengan program SPSS dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel
1
Reliability Analysis-Scale
(Alpha)
No
|
Kelompok
|
Cronbach
Alpha
|
>/<
|
Alpha
Kritis
|
Ket.
|
1
|
Supervisi kepala sekolah
|
0,927
|
>
|
0,60
|
Reliabel
|
2
|
Perencanaan
kegiatan belajar mengajar
|
0,877
|
>
|
0,60
|
Reliabel
|
3
|
Profesionalisme guru
|
0,943
|
>
|
0,60
|
Reliabel
|
Sumber : Data primer yang diolah, 2009
Data hasil uji reliabilitas pada tabel
1, menggambarkan bahwa koefisien reliabilitas (r – Alpha) untuk masing – masing variabel penelitin yang ada (X1,
X2, dan Y) ternyata besarannya berada di atas 0,60 (Crownbach Alpha), sehingga masing –
masing variabel penelitian terbukti reliabel dalam fungsinya sebagai alat ukur
(instrumen) penelitian.
b.
Uji Asumsi Klasik
1)
Uji Normalitas
Untuk menguji apakah data dalam
distribusi itu normal, maka dilakukan analisis grafik. Metode yang digunakan
adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan antara distribusi
kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal. Distribusi normal
akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis
yang digambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
2)
Uji Heteroskedastisitas
Cara untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan analisis grafik, yaitu dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu dalam scatterplot,
antara SRESID (residualnya) dengan ZPRED (variabel dependennya).
Data dari analisis grafik adalah
sebagai berikut:
(a) Jika ada
pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kembali menyempit), maka mengindikasikan terjadi
heteroskedastisitas.
(b) Jika
tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka
nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas
3)
Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2001: 57) untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua
ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh
variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas
menjadi variabel terikat dan diregresikan terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas bebas
yang terpilih, yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi
nilai tolerance yang rendah sama
dengan nilai VIF yang tinggi (karena nilai VIF=1/tolerance) dan
menunjukkan 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Uji multikolinieritas
dilakukan dengan menggunakan alat analisis SPSS. Hasil dari uji ini adalah
untuk mengetahui adanya multikolinieritas seperti telah disebutkan diatas
dengan melihat nilai VIF ataupun tolerancenya.
c.
Uji Regresi
Regresi linier berganda didasarkan pada hubungan
fungsional atau kausal dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel
terikat. Persamaan umum regresi linier berganda adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2
Dimana : Y = profesionalisme guru
a = konstanta
b1;b2 = koefisien
regresi variabel supervisi kepala sekolah, dan perencanaan kegiatan belajar
mengajar
X1 = supervisi kepala
sekolah
X2 = perencanaan kegiatan
belajar mengajar
d.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dengan t-test digunakan
untuk mengetahui apakah variabel bebas memiliki hubungan signifikan atau tidak
dengan variabel terikat secara individual untuk setiap variabel.
Setelah didapatkan nilai t-hitung
melalui rumus di atas, maka untuk menginterpretasikan hasilnya berlaku
ketentuan sebagai berikut:
-
Jika t-hitung > t-tabel ; Ho ditolak (ada hubungan yang
signifikan)
-
Jika t-hitung < t-tabel ; Ho diterima (tidak ada hubungan
yang signifikan)
Untuk mengetahui t-tabel digunakan
ketentuan n-2 pada level of significance (a) sebesar 5% (tingkat
kesalahan 5% atau 0.05) atau taraf keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila
tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5% berarti variabel tersebut tidak
signifikan.
Uji hipotesis dengan F-test digunakan
untuk menguji hubungan dua variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel
terikat.
Kriteria
pengujian :
-
Jika nilai F-hitung > F-tabel, berarti Ho ditolak, dan Ha diterima.
-
Jika nilai F-hitung <
F-tabel, berarti Ho diterima, dan Ha ditolak
e.
Koefisien Determinasi
Untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas
dapat menjelaskan variabel terikat, digunakan koefisien determinasi (R2).
Koefisien ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel terikat
yang dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berada pada interval 0£R2£1.
D.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah data yang penulis kumpulkan dan teliti termasuk data berdistribusi
normal atau tidak, maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 2 dan
3.
Gambar 2 Uji Normalitas dengan Model Normal
P-P Plot
Kenormalan
data dapat dilihat
dengan menggunakan grafik normal P-P Plot of Regression Standardized
Residual menunjukkan data dari
variabel supervisi kepala sekolah, perencanaan kegiatan belajar mengajar, dan
profesionalisme guru, memiliki titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal,
serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, sehingga dapat dikatakan
bahwa data adalah berdistribusi normal.
Gambar 3
Diagram Normalitas dengan Grafik Distribusi Normal
Sedangkan jika dilihat dari gambar histogram, seperti terlihat
pada gambar 3, terlihat bahwa garis secara simetris melengkung membentuk pola
kerucut, sehingga hal ini juga menggambarkan data berdistribusi normal. Sehingga dari hasil uji normalitas,
menyatakan bahwa data mempunyai distribusi normal, maka hal ini model regresi
layak dipakai sebagai prediksi berdasarkan masukan variabel independennya.
b) Uji
Heteroskedastisitas
Pengujian ini bertujuan untuk
menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual
tersebut tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika varians berbeda, disebut
heterokedastisitas. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS diperoleh
hasil seperti yang disajikan pada gambar 4.
Gambar 4 Diagram Heteroskedastisitas
Diagram scatterplot menunjukkan
bahwa titik-titik (yang menggambarkan data) menyebar secara acak, tidak
membentuk pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model regresi, sehingga model regresi layak dipakai.
c) Uji
Multikolinearitas
Analisis ini bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas. Jika variabel bebas
saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel
ortogonal adalah variabel bebas yang nilai-nilai korelasi antara variabel bebas
= 0.
Hasil perhitungan statistik
menggunakan SPSS, diperoleh hasil perhitungan multikolinieritas untuk variabel supervisi
kepala sekolah, dan perencanaan kegiatan belajar mengajar dapat disajikan
seperti pada tabel 2.
Tabel 2
Hasil
Perhitungan Multikolinieritas
Collinearity Statistics |
||
Variabel
|
Tolerance |
VIF
|
a)
Supervisi kepala sekolah
b)
Perencanaan kegiatan belajar mengajar
|
0,849
0,849
|
1,178
1,178
|
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 2, menunjukkan
bahwa model regresi tidak mengalami gangguan multikolinieritas. Hal ini tampak
pada nilai tolerance untuk kedua
variabel tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang
dari 10 persen. Jadi hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor
(VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel yang memiliki
nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi.
2.
Uji Regresi
Tabel 3
Hasil analisis pengaruh supervisi kepala sekolah,
dan perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap profesionalisme guru
Berdasarkan Tabel 3, maka persamaan regresi berganda
adalah sebagai berikut:
Y= a + b1X1
+ b2X2
Y = 6,540 + 0,618X1
+ 0,649X2
Keterangan :
Y = Profesionalisme
guru
a = Konstanta
b1,b2 = Koefisien
regresi
X1
= Supervisi kepala sekolah
X2 = Perencanaan kegiatan
belajar mengajar
e = Kesalahan random
Berdasarkan hasil persamaan regresi tersebut, maka dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Hasil koefisien regresi variabel X1
(supervisi kepala sekolah) sebesar 0,618 (dengan tanda positif), menunjukkan
semakin baik supervisi kepala sekolah, maka profesionalisme guru akan semakin
meningkat
b. Hasil koefisien regresi variabel X2
(perencanaan kegiatan belajar mengajar) sebesar 0,649 (dengan tanda positif),
menunjukkan semakin baik perencanaan kegiatan belajar mengajar, maka
profesionalisme guru akan semakin meningkat.
3.
Uji Hipotesis
a.
Uji t
1) Pengaruh supervisi kepala sekolah
terhadap profesionalisme guru
Tabel 4
Hasil Analisis Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap profesionalisme
guru
Hasil perhitungan SPSS
dengan menggunakan uji t untuk variabel supervisi kepala sekolah (X1),
diperoleh nilai t hitung sebesar 8,079 dengan tingkat signifikansi sebesar
0,000. Dengan menggunakan DF (degree of
freedom) n-k (100-1) = 99 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,660. Hasil
tersebut mengindikasikan bahwa nilai t hitung sebesar 8,079 lebih besar dari t
tabel sebesar 1,660 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari
0,05, yang menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga
hipotesis yang menyatakan ”ada pengaruh positif antara supervisi
kepala sekolah terhadap profesionalisme guru
SMP Negeri di Kabupaten Pemalang“ terbukti kebenarannya.
2) Pengaruh
perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap profesionalisme guru
Tabel 5
Hasil Analisis
Pengaruh perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap profesionalisme guru
Hasil perhitungan SPSS
dengan menggunakan uji t untuk variabel perencanaan kegiatan belajar mengajar (X2),
diperoleh nilai t hitung sebesar 7,837 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000.
Dengan menggunakan DF (degree of freedom)
n-k (100-1) = 99 diperoleh nilai t tabel sebesar 1,660. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa nilai t hitung sebesar 7,837 lebih besar dari t tabel
sebesar 1,660 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05,
yang menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang
menyatakan ”ada pengaruh positif perencanaan kegiatan belajar
mengajar terhadap profesionalisme guru SMP Negeri di Kabupaten Pemalang“ terbukti kebenarannya.
b.
Uji F
Hasil perhitungan
uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 63,057 dengan tingkat signifikansi
0,000. Dengan menggunakan DF1 sebesar 2, dan DF2 sebesar (n-k-1) = 100 – 2 – 1 = 97, dan a=5%, diperoleh nilai F tabel sebesar 3,09. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 63,057 lebih besar dari F
tabel sebesar 3,09; dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari
0,05, yang mana nilai tersebut menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga
hipotesis yang menyatakan “ada secara simultan ada pengaruh positif supervisi
kepala sekolah dan perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap
profesionalisme guru SMP Negeri di
Kabupaten Pemalang” terbukti kebenarannya.
4.
Koefisien Determinasi
Perhitungan
koefisien determinasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program
SPSS, yang mana hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
Hasil uji koefisien determinasi
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan
nilai R square (R2) sebesar 0,565. Hal ini berarti bahwa 56,5% profesionalisme guru (Y)
dapat dijelaskan oleh variasi supervisi kepala sekolah (X1), dan
perencanaan kegiatan belajar mengajar (X2). Sedangkan selebihnya,
yaitu 43,5% profesionalisme guru (Y), dapat dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak diteliti dalam penelitian ini.
E.
SIMPULAN DAN SARAN
1)
Simpulan
(a) Variabel supervisi kepala sekolah
memberikan pengaruh positif terhadap profesionalisme guru. Hal ini
mengindikasikan semakin baik supervisi kepala sekolah, maka profesionalisme
guru akan semakin meningkat. Hasil uji hipotesis dengan tingkat signifikansi t
lebih rendah dari 0,05, menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya
hipotesis yang menyatakan ”ada
pengaruh positif antara supervisi kepala sekolah terhadap profesionalisme guru SMP Negeri di Kabupaten Pemalang” terbukti
kebenarannya.
(b) Variabel perencanaan kegiatan
belajar mengajar memberikan pengaruh positif terhadap profesionalisme guru. Hal
ini mengindikasikan semakin baik perencanaan kegiatan belajar mengajar, maka
profesionalisme guru akan semakin meningkat. Hasil uji hipotesis dengan tingkat
signifikansi t lebih rendah dari 0,05, menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima,
yang artinya hipotesis yang menyatakan ”ada pengaruh positif perencanaan kegiatan belajar mengajar terhadap
profesionalisme guru SMP Negeri di Kabupaten Pemalang” terbukti kebenarannya.
(c) Variabel supervisi kepala sekolah, dan
perencanaan kegiatan belajar mengajar secara simultan memberikan pengaruh
positif terhadap profesionalisme guru. Kondisi tersebut mengindikasikan semakin
baik supervisi kepala sekolah, dan perencanaan kegiatan belajar mengajar, maka
profesionalisme guru akan semakin meningkat. Hasil uji hipotesis menunjukkan
nilai signifikansi F lebih rendah dari 0,05. Hal ini mengindikasikan Ho ditolak
dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang menyatakan “ada secara simultan ada
pengaruh positif supervisi kepala sekolah dan perencanaan kegiatan belajar
mengajar terhadap profesionalisme guru SMP
Negeri di Kabupaten Pemalang” terbukti kebenarannya.
2)
Saran
(a) Kepala sekolah hendaknya
memberikan kelonggan/kebebasan kepada guru, misalnya kebebasan untuk
berpendapat, kebijakan dalam pengambilan kebijakan, dll. Dengan memberikan
kebebasan kepada guru, guru akan lebih leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya,
sehingga kondisi tersebut akan meningkatkan profesionalisme guru.
(b) Guru hendaknya selalu merencanakan
program, maupun metode dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kegiatan pengajaran
yang menarik, siswa akan termotivasi untuk belajar, dan hal ini tentunya
mencerminkan profesionalisme guru lebih baik.
F.
DAFTAR PUSTAKA